Selasa, 26 Agustus 2014

Sayang... Ini Hanya Sebuah Permainan - Heart Labirin

Heart Labirin



“Heeyyy cint,, Ayo bangun,, kita siap-siap,,, ntar dicariin bu Sofie lhoo,,” Zuraida coba membangunkan Aryanti yang masih tertidur.

Tangan wanita itu mengusap lembut rambut Aryanti yang masih agak lembab. Memandang wajah cantik sahabatnya yang terlelap. Terbersit rasa bersalah dihati Zuraida atas permainan hati yang tengah dilakoninya bersama Arga.

“Eehh,, Zuraidaa,,,”
Aryanti terbangun, kaget, dengan panik menutupi bagian atas tubuh yang terbuka dengan selimut.

“kamu sudah pulang?,,,” bangkit, lalu bersandar didinding. Tangannya berusaha menutupi beberapa tanda merah disekitar leher dan dada dengan selimut.

“Ya sudah pulanglaaah,, emang ini jam berapa,, hampir jam tujuh sayang,,, diluar sudah mulai gelap,,” jawab Zuraida sambil tersenyum melihat tingkah Aryanti yang panik. Matanya sudah terlanjur melihat tanda merah itu, dan menebak-nebak siapa yang membuat ulah, memberi tanda bibir begitu banyak ditubuh sahabatnya.

“Sayaaang,,, aku pinjam celana pendek Arga dong,,,”

Tiba-tiba Zuraida mendengar suara suaminya, Dako, dari arah kamar mandi. Reflek wanita itu menoleh. Benar saja, suaminya tampak keluar dari kamar mandi tanpa sehelai pakaian, terkaget.

Zuraida diam membisu, nalarnya dengan cepat memberi isyarat tentang apa yang baru saja terjadi.

Aryanti yang mengira Dako sudah kembali kekamarnya tak kalah kaget, wajahnya seketika pucat, memandang Zuraida dengan rasa bersalah.

Seketika hening tercipta, kekakuan merambati tiga hati.

Dako dengan kikuk menutupi kemaluannya dengan tangan. Entah merasa malu pada siapa.

“Zuraidaa,,, maaf,, kami,,,”

“hahaha,,, ngga apa-apa sayang,,, kita impas koq” sela, Zuraida. Raut wajah kikuk nya berubah menjadi senyum malu-malu, tapi rona bahagia tak mampu disembunyikan wanita berjilbab itu.

Aryanti balas tersenyum, tersenyum kecut, tersenyum bersama sembilu yang menusuk jauh kedasar hati, mendengar penuturan sahabatnya yang tampak bahagia.

“Mas,, koq bengong sih, cepet sana ganti baju,,,”
celetuk Zuraida. Membuat Dako kaget, matanya celingak-celinguk mencari pakaian tapi nihil. Sambil terus menutupi selangkangannya dengan tangan, lelaki itu ngacir kearah pintu keluar, setelah yakin tidak ada orang dengan cepat berlari kekamarnya.

“Hahahaa,,, dasar Mas Dako,,,” Zuraida tergelak melihat tingkah suaminya yang seperti maling ketangkap basah.

Aryanti ikut tertawa, lalu beralih mengamati wajah Zuraida yang terlihat begitu ceria, wajah bahagia yang diciptakan oleh suaminya. Meski sakit, Aryanti merasa tidak tega untuk memberangus senyum diwajah sahabatnya.

Setelah mengambil nafas panjang, perlahan tubuhnya beringsut mendekati Zuraida, memeluk sahabatnya dari samping.

“Mba,,, aku pengen ngomong sesuatu, tapi bingung harus memulai dari mana,,” ucap Aryanti, lebih sopan dengan memanggil mba kepada Zuraida, yang memang lebih tua darinya, meski usia mereka hanya terpaut tiga tahun.

“Ada apa yant?,,, ngomong aja,,,” Zuraida bingung dengan sikap sahabatnya yang sedikit berbeda dari biasanya.

“Dulu,,, waktu kalian menjodohkan aku dengan Arga, aku percaya bahwa kalian memilihkan pasangan yang terbaik untukku, tapi aku tidak tau jika ada,,, emmhh,,, ada cerita yang rumit antara kalian bertiga,,,”

Zuraida kaget dengan kata-kata yang keluar dari bibir wanita yang bertelanjang dada itu, selimut yang menutupi tubuhnya dibiarkan jatuh. Memeluk tubuhnya erat, layaknya seorang kekasih.

“Maaf Yant,,, itu hanya cerita masa lalu, tapi harus kuakui,,, eengghh,,,” bibir wanita berjilbab itu terdiam, tidak yakin dengan apa yang ingin diucap oleh bibirnya, matanya menatap baju yang berserakan dilantai, celana Dako tampak terselip diantara baju Aryanti.

“Karena aku sempat terbuai oleh kisah masa lalu itu,,,” Sesaat mata Zuraida beralih menatap wajah Aryanti melalui cermin, “Tapi,, Kau memiliki hati lelaki itu,,, sepenuhnya,, percayalah padaku,,” ucap Zuraida meyakinkan.

“Terimakasih mba,,,” Aryanti memeluk Zuraida erat, air mata perlahan menggenangi pelupuk.

“Aku percaya, Arga akan menjagamu lebih baik dari siapapun,,, kumohon,,jangan nakal lagi ya, sayang,,,”

Aryanti mengangguk, air mata tak lagi mampu dibendungnya. “Aku janji mbaak,,, aku janji,,,”

“Yant,,, kamu sakit ya?,,,” tanya Zuraida tiba-tiba. Melepas pelukan, lalu memeriksa kening Aryanti yang agak panas.

“Ngga mba,,, mungkin cuma kecapean aja koq,,, ngga usah dipikirin,, hehehe,,,” jawab Aryanti, beranjak menuju meja, mengambil cincin nikahnya yang tergeletak.

“Mau bertukar?,,, hanya untuk malam ini,,”

“Maksudmu?,,,” wanita berjilbab itu bingung hingga keningnya mengkerut, menatap lekat wajah Aryanti.

Tapi Aryanti hanya tersenyum, menarik tangan kiri Zuraida, menukarkan cincinnya dengan cincin wanita itu.

“Malam ini, kita bertukar peran, aku ingin mengucapkan terimakasih pada Dako atas pertolongannya selama ini,, begitupun sebaliknya, Mas Arga jadi milik Mba,,, So,, manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya,,, hehehe,,, Deal?,,”

Zuraida tertawa. “Kamu ini ada-ada aja Yant,, mana bisa seperti itu,, sini balikin cincinku,,,,”

“Kenapa ngga?,,, ini hanya antara kita,” ucap Aryanti dengan wajah serius, namun perlahan wajah itu tersenyum, lalu mengerling genit. “Kita buktiin, siapa yang paling jago diantara kita,, jangan marah kalo nanti Dako sering menyebut namaku waktu kalian bercinta,,,” sambungnya sambil memeletkan lidah.

Zuraida ikut tertawa mendengar ajakan nakal. Tapi wanita yang terlihat cantik dalam balutan jilbab itu tau, permintaan Aryanti yang ingin mengucap terimakasih kepada suaminya hanya alasan yang dibuat-buat.

Sahabatnya itu ingin memberinya kesempatan terakhir bersama Arga. Sebuah penawaran yang pastinya sangat sulit bagi Aryanti sendiri, membagi seseorang yang dicintai kepada orang lain, meski itu untuk seorang sahabat.

“hhmmm,,, kamu ini,,, Terimakasih Yant,,,” bibir Zuraida tertawa sekaligus menangis, air mata yang meleleh dipipi semakin deras mengalir. Sesenggukan dipelukan Aryanti. Tak mampu berkata, hanya ucapan trimakasih yang diucapkannya berulang-ulang.

“Nakal-nakalan yuk malam ini,,,” ajak Aryanti.

Zuraida mengangguk,,, “Tapi aku ngga berani nyobain punya yang lain, Yant,,,”

“Hhmmm,,, kalo cuma sama Arga namanya belum nakal Cint,, cobain aja sambil ngumpet-ngumpet,,, pasti seru,, hihihi,,,”

“Hahahaa,,, Nakal kamu Yant,,,” Zuraida melepaskan pelukannya, menatap wajah sahabatnya, lalu memandangi beberapa cupang dipayudara Aryanti. “Mas Dako nakal ya Yant,,,” ucapnya sambil mengusap cupang dipayudara Aryanti.

DEEG,,,
Aryanti kaget, tubuhnya menggelinjang,,,

“Ihh,,,, geli tauu,,, Emangnya tadi Mas Arga ngga ngusilin punyamu,,, sini aku liat,,,”

“Eeehh,,, mau ngapain kamu Yant,,,” Zuraida berusaha menahan tangan Aryanti yang berusaha mengangkat kaosnya keatas. Tapi usahanya sia-sia.

“Ckckckck,,, koq bisa mancung seperti ini sih, Cint,,,” Aryanti tak mampu menahan tangannya untuk menyentuh sepasang payudara yang ada didepan.

“Eemmpphh,,, Yaaaant,,, tapi punya mu lebih besar dari punyaku,,,” Zuraida melengug geli. Tangannya merambat, kembali meremas payudara yang sedikit lebih besar dari miliknya.

Keduanya membisu, Saling mengagumi, saling meremas, sama-sama menahan desahan yang bisa saja keluar dari bibir yang berusaha dikatup rapat. Malu untuk mengakui apa yang dilakukan oleh lawannya berhasil memberi sensasi birahi

“Eeeengghhh Yaaaant,,, jangan-jangan keras,,,”

“Sakit?,,,”

Zuraida menggeleng, “Geli,,,hihihi,,, Yaant,,, mau ngapain lagi?,,” tawanya terhenti, menatap wajah yang mendekat bongkahan payudaranya.

“Eeeempphhh,,, Yaaant,,,,” Zuraida menggeleng-gelengkan kepala, menaha geli yang merambat dari sapuan lidah Aryanti. “Jangaaan curaaang, sayaaang,,,”

Wanita berjilbab itu terengah,,, balik mendorong Aryanti hingga tertelentang, lalu tertawa nakal, dengan cepat menaiki tubuh dan menyambar payudara yang penuh dengan cupang dari suaminya.

“Aaawwwhh,,, koq digigit mbaaa,,” pekik Aryanti.

“hahahaa,,, Habisnya aku gemes,,,” jawab Zuraida sambil tertawa.

Keduanya bergulat diatas kasur, saling meremas, bergantian saling menghisap, mendesah bersahutan. Hingga keduanya kelelahan. Dan sepakat bersama-sama menghentikan kenakalan mereka.

“Baru kali ini aku menyentuh milik wanita selain punyaku sendiri,,, hahahaa,,,,,” Aryanti tertawa melihat ulahnya sendiri, nafasnya masih memburu, menindih tubuh Zuraida.

“Kalo aku sering,, waktu memeriksa pasien,,, tapi tidak dalam kondisi seperti ini,,, hehehe,,,” Zuraida, memeluk tubuh sahabatnya, membiarkan payudara mereka bertemu, tergencet oleh tubuh yang saling menindih.

“Kalo nyobain ciuman sesama cewek pernah?,,,”

“Kalo itu sama sekali ngga pernah,,, ngapain ciuman sama cewek,,, hahaha,, ada-ada saja kamu ini Yant,,, hahahaa,,,”

“Mbaa,,,” panggil Aryanti, menghentikan tawa Zuraida. Keduanya saling tatap, wajah mereka begitu dekat. “Mbaa,,, aku pengen nyobain yaa,,,”

Zuraida tidak menjawab, jantungnya berdebar melihat bibir Aryanti yang mendekat, otaknya memberi perintah untuk membuka bibir, menyambut lidah Aryanti yang merambat masuk.

“Eeemmmpphhh,,, eemmmhhh,,,”
“Eeeengghhh,,,,”

Lidah lembut kedua wanita itu saling membelit, berkejaran didalam mulut Zuraida. Tampak Aryanti lebih dominan, mengajak lidah Zuraida menari, mengaduk ludah mereka yang terkumpul dimulut.

Bibir Aryanti mengatup rapat mulut Zuraida, lalu dalam sekali hisapan yang kuat menyedot semua ludah kedalam mulutnya,,, membuat lidah Zuraida ikut tersedot, masuk kedalam mulutnya. “Slluuurrpphhh,,,”

“Eeemmmyhaant,,,,” wanita berjilbab itu terkaget, menatap wajah syahdu yang memancar birahi. Lalu membalas bermain-main dimulut Aryanti. Berlari dari lidah yang berusaha membelit, saling menghisap cairan yang ada dilidah mereka.

Setelah merasa paru-paru mereka kepayahan memasok oksigen, kembali mereka sepakat untuk melepas. Saling pandang, lalu tertawa bersamaan.

“Baru tau aku,,, ternyata mba ganas juga,,, pantes aja Mas Arga mpe klepek-klepek,,, aku aja sampai merinding tauuu,, hahahaa,,,”

“Hahahaa,,, jangan ngomong gitu ahh,,, bikin aku malu aja,,, kamu tuh yang ganas banget nyedotnya,,,, coba kita lamaan sedikit lagi,,, pasti keluar nih punyaku,,, hahahaa,,,”

“Mbaa,,, pengen keluar ?,,, hihihi,,, diem aja yaa,,, jangan protes,,,” Aryanti menyelusup kan tangannya kedalam celana Zuraida.

“Jangan Yaaant,,, aku maluuu,,, Aaawwhhhhsss,,, jangaaaan,,,”
Wajah wanita berjilbab itu bersemu merah, ketika tangan Aryanti mendapati vagina yang sangat basah. “Awaaas kamuuu yaaa,,,” tangannya membuka selimut Aryanti lalu merogoh bibir vagina yang lebih basah dari miliknya.

“Yaaant,,, ini punya suamiku ya,,, hihihi,,,”

“Iyaaaa,,, mbaaa,,, tadi Dako banyak banget buang didalem,,,” jawab Aryanti yang kini ikut terengah-engah, liang vaginanyanya diobok-obok oleh jari lentik Zuraida. “Mbaaa,,,, ciuman lagi yuuuk,,,” pintanya.

Kembali kedua wanita cantik yang memiliki tubuh indah yang didamba para wanita itu saling meraba, silih berganti menindih, meremas, bertukar ludah, mengayuh vagina yang basah. Memburu orgasme yang berbeda dari biasanya.

Berbeda dengan Aryanti yang membuka lebar pahanya dan membiarkan jari-jari Zuraida bermain-main diliang kemaluan, Zuraida justru mengapit rapat pahanya, menjepit jari-jari yang masuk begitu dalam, merogoh tepian yang tidak dapat dilakukan oleh batang penis.

“Yaaant,,, Aku mau keluar,,, aku mau keluar,,,”
Wajah Zuraida pucat pasi, menjepit tangan Aryanti semakin kuat.

Begitu pun dengan Aryanti yang menggerakkan pinggul mengejar kemanapun jari Zuraida menari. Nafasnya semakin berat. Hingga akhirnya kedua tubuh itu mengejat, gemetar, menghambur cairan yang membasahi jari-jari yang lentik.

“Mbaaa,,, aku keluaaaarr,,,, oowwhhh,,, mbaaa,,,” Aryanti berteriak-teriak histeris, melumat bibir Zuraida yang juga gemetar, mengangkat tinggi pinggulnya.

“Yaaant,,, jarimu pinter banget,,, aku sampai gemetar gini,,,” ucap Zuraida setelah Aryanti mejatuhkan tubuhnya kesamping.

“Mba jugaaa,,,” ucap Aryanti, masih tersengal-sengal tak bisa berbicara banyak.


* * *

I'm so lonely broken angelI'm so lonely listen to my heartOne and only broken angelCome and save me before I fall apart

Suara Zuraida yang menemani Pak Prabu berduet, mengalun lembut. Membawakan ‘Broken Angel’ dari Arash feat Helena. Sebuah lagu dengan lyric timur tengah, yang memapar jalinan sepasang kekasih, namun terhalang oleh belenggu pernikahan yang mengikat si wanita. (ini salah satu lagu favorit ts lho,, mpe sekarang ngga bosen dengerin tu lagu,,,)

Siapa menyangka, Pak Prabu mampu membawakan lagu itu dengan cukup baik, meski beberapa kali lidahnya keliru dalam mengucap syair yang cukup sulit. Namun bagi Adit yang memang piawai memainkan organ tak begitu kesulitan untuk mengiringi.

Pesta kecil itu memang sengaja mengambil tempat ditepian kolam renang yang memang cukup luas, dengan sinaran cahaya lampu hias yang remang-remang, membuat suasana malam itu terlihat begitu romantis.

Tubuh Zuraida yang dibalut long dress putih ketat, meliuk gemulai mengikuti alunan musik, suaranya terdengar lirih, diatas panggung yang hanya setinggi 30 cm. Seolah ingin menyampaikan pesan dari hati. Layaknya seorang bidadari yang menari diantara rintik hujan, berharap ada malaikat yang menemani.

Dikeremangan, mata Zuraida menatap tiga sosok yang duduk dimeja yang sama.
Aryanti yang selalu melemparkan senyum saat mata mereka bertemu, lalu beralih pada Dako yang berusaha melemparkan senyum serupa. Dan Arga,,, Arga, entah kenapa Zuraida merasakan ada sesuatu yang berubah pada lelaki itu.

Hati Zuraida memang tengah gundah melihat perubahan Arga, tak ada yang menyadari selain dirinya, karena ini memang antara dirinya dan Arga. Senyum lelaki itu terlihat begitu hambar.

Sesekali matanya menatap cincin milik Aryanti yang melingkar dijari manis. Sebuah pertukaran posisi yang terasa begitu ganjil tapi begitu diharapkannya. Teringat akan ajakan nakal sahabatnya, tapi sepertinya hal itu tak akan terjadi malam ini.

Zuraida sadar, Walau bagaimanapun, hubungan nya dengan Arga tak lebih dari kilas balik masa lalu. Seindah apapun cerita yang terukir pasti akan berujung pada kepedihan. Tak mungkin dirinya merebut Arga dari sahabatnya, Aryanti. Dan tidak mungkin dirinya meninggalkan Dako, untuk mengejar ego cinta.

Mungkinkah Arga mulai menjaga jarak untuk cerita yang memang harus mereka akhiri?...

Sekuat hati Zuraida berusaha menetralisir rasa, kebahagiaan yang tadi siang menyapa dengan paksa diberangus, karena hanya dengan cara itu pula lah dirinya dapat bertahan dari rasa sakit.

Tanpa disadari wanita itu, Dako dan Aryanti menangkap setiap perubahan ekspresi yang sebenarnya tidak ingin ditunjukkan oleh Zuraida. Tapi Zuraida adalah sicantik yang tak pandai bersandiwara. Selalu kesulitan untuk menyembunyikan suasana hatinya.

Lagu yang dinyanyikan membuat hati Zuraida semakin terhanyut dalam kepedihan. Pak Prabu yang memeluk pinggang rampingnya dengan erat, seakan menjadi penopang untuk menguatkan pijakan hatinya yang tengah melemah.

Zuraida sendiri tak habis pikir, kenapa selalu Pak Prabu yang ada disampingnya, disaat hatinya tengah berkecamuk.

Sesekali dirasakannya telapak tangan Pak Prabu yang turun kebawah pinggulnya, mengusap lembut bulatan pantat nya. Mengusap punggungnya dengan lembut, lalu kembali memeluk erat pinggang yang ramping.

Dengan pelan, Zuraida menepis tangan Pak Prabu , saat lagu telah usai. Berusaha untuk tidak membuat lelaki itu malu, karena selama berduet tangan itu tak lepas dari tubuhnya.

“Terimakasih,,,” ucapnya, saat menerima tepuk tangan dari mereka yang ada disitu.

“Ternyata suara istri Dako ini merdu banget,, senang berduet dengan Bu Dokter,” ucap Pak Prabu, membungkuk dengan gaya formal memberi hormat sambil tertawa renyah.

“Bila ibu mengizinkan, malam ini aku ingin menagih janji yang kemarin ibu tawarkan,,”

DEEGG,,,
Zuraida sangat kaget mendengar ucapan Pak Prabu yang begitu pelan, hanya terdengar oleh mereka berdua.

Zuraida tersenyum kikuk, balas membungkuk. Turun dari panggung mendekati Aryanti yang menghampirinya, lalu kembali menuju meja dimana Arga dan Dako duduk.

“Kalian mau minum apa? Biar aku ambilkan,” ucap Arga menawarkan minuman dengan suara datar, tanpa ekspresi.

“Terserah,,, yang penting bisa menghangatkan tubuh,” jawab Dako.
“Aku apa aja boleh,,,” sambung Zuraida, matanya menatap Arga yang cepat berbalik sebelum kata-katanya selesai terucap.

“Aku tau minuman spesial untukmu Cint,,, hehehe,,, Ayo mas, aku temenin,” celetuk Aryanti, menyusul suaminya.

“Suaramu memang indah sayang,,, Aku selalu bangga memilikimu,,” ujar Dako, saat mereka tinggal berdua dimeja itu.

“Haahahaha,,, Mas seperti tidak mengenal aku saja,,” jawab Zuraida, berusaha naik ketas kursi yang cukup tinggi.

“Apa kau bisa menikmati liburan ini?,,,”

Zuraida tak langsung menjawab, berusaha membaca maksud pertanyaan suaminya dari raut wajah. “Lumayan, tapi sebenarnya apa tujuan Mas Dako mempertemukan aku dengan Arga dalam situasi seperti ini?,,” wanita itu balik bertanya dengan suara datar.

Dako menggenggam tangan Zuraida, bibirnya tersenyum tulus, seakan mengatakan bahwa situasi ini di cipta memang untuk Zuraida.

Wanita itu tertawa pelan, entah menertawakan gaya Dako yang begitu romantis, entah menertawakan dirinya yang terpuruk pada nostalgia masa lalu yang justru membuatnya semakin terpuruk.

“Aku tau, pasti ini sulit bagi Mas Dako, Mas tidak perlu melakukan hal gila seperti ini, apa Mas tidak takut kehilangan aku?,, atau Mas memang tidak percaya pada hatiku?,,,” ucap Zuraida, begitu terbuka sekaligus tajam. Seakan menyimpulkan segala isi yang ada dihati Dako.

“Heeyy Cint,,,”
Seru Aryanti yang membawa dua gelas cocktail, disusul Arga yang menenteng dua botol chivas regal, menyelamatkan Dako yang bingung harus menjawab pertanyaan istrinya.

“Suaramu tadi mantap banget lho, bikin aku minder mau nyumbang lagu,,,” ucap Aryanti. Menyerahkan gelas.

“Hehehe,, biasa aja koq Yant,,,” jawab Zuraida yang diam-diam kembali menatap cincin milik Aryanti. Otaknya tengah mengkaji ulang tentang tawaran Aryanti. Walau bagaimanapun hatinya sulit untuk menerima pertukaran itu.

“Yant,,, tentang yang tadi sore,, sepertinya aku tidak bisa untuk,,,,”

“Owwhh,, iya,,,” Seru Aryanti tiba-tiba, memotong ucapan Zuraida.

“Mas Arga,, Dako,,,Tadi sore aku dan Zuraida sepakat untuk bertukar cincin, dan itu artinya,,, Emmhh,,,” Aryanti dengan wajah jenaka menghentikan kata-katanya, bergantian menatap tiga pasang mata yang tertuju padanya, “Artinya adalah sebuah,,, sebuah pertukaran pasangan, Apa kalian para suami bisa menerima?,,,”

Sontak Arga dan Dako mengamati cincin yang melingkar dijari manis Aryanti dan Zuraida. Tidak menyadari bila cincin yang dikenakan oleh pasangannya bukanlah cincin yang mereka berikan saat menikah.

“Kalo aku tidak masalah,” jawab Dako cepat, tersenyum lebar, membuat Arga kaget dan bingung, lalu dengan terpaksa mengangkat kedua pundaknya, sebagai tanda menyerahkan keputusan kepada yang lain.

“Okeee,,, Deal,,,” seru Aryanti. Menghentikan usaha Zuraida yang ingin mengutarakan keberatan. Wanita berjilbab itu akhirnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat ulah sahabatnya.


Ting,, Ting,, Ting,,”Maaf,,, minta perhatiannya sebentar,,,”
Ucap Pak Prabu tiba-tiba, mengetuk gelus dengan cincin akiq yang ada dijarinya. Lampu sorot yang terang mengarah ke tempat lelaki berdiri, diatas panggung, ditemani istrinya Bu Sofie.

“Sebelumnya, boleh saya meminta Sintya untuk ikut naik keatas sini,, biar komplit laahh,,”

“Hahahaa,,, mantap,,,”
“Sing rukun yooo,,, hahaha,,,”

Teriakan dan tawa seketika menggema. Rupanya Pak Prabu sudah berterus terang tentang status Sintya kepada Bu Sofie, dan hebatnya Bu Sofie dengan lapang dada bisa menerima.

Itu terlihat bagaimana Bu Sofie menyambut Sintya yang naik keatas panggung dengan senyum dan tangan terbuka, berpelukan dan saling cipika-cipiki, membuat para lelaki yang ada disitu menjadi iri.

“Harap tenang,,,” ucap Pak Prabu dengan gaya cool yang dibuat-buat, menegakkan kerah bajunya, lalu menggandeng Sintya dan Bu Sofie, begitu pongah menggoda para lelaki yang ada ditempat itu. Tak ayal suara tawa semakin menggema.

“Agar tidak mengganggu acara kita, Langsung to the poin saja,,, Jadi begini,,,” ucap Pak Prabu, saat suara tawa mulai mereda.

“Saya tadi pagi ditelpon Pak Andre Diaz, tentang rotasi mutasi manager empat tahunan, mungkin dalam minggu ini saya akan ke Jakarta untuk memastikan hal tersebut,” saat membicarakan hal-hal yang serius, wibawa Pak Prabu sebagai seorang pemimpin muncul seketika, Arga, Dako, Munaf dan Adit serius memperhatikan.

“Tapi saya mendapatkan bocoran tentang rotasi kali ini, yang bagi saya sendiri cukup mengejutkan. Seperti yang kita ketahui, saya memang mendapatkan promosi untuk untuk menduduki salah satu jabatan penting dipusat, dan posisi saya akan digantikan oleh Arga sebagai pimpinan cabang. Tapi berdasarkan pencapaian prestasi kita semua,,,” Pak Prabu menarik nafas panjang, bibirnya tersenyum lebar.

“Adit dipromosikan untuk memegang tampuk wakil pimpinan cabang, menemani Arga,, selamat,,,” Tepuk tangan dan ucapan selamat segera mengalir, sementara Adit sendiri tersenyum lebar, tak menyangka dengan karirnya yang begitu cepat naik. Bahkan terlalu cepat untuk remaja seusianya.

“Dan untuk Pak Munaf, kemungkinan besar akan menggantikan Pak Andree Jeff, yang pensiun dari pimpinan Cabang Kota Surabaya.”

“Whooo,,, selamaat,, selamaaat,,,”
“Akhirnyaaa,,, naik jugaaa,, selamaat,,”
Tepuk tangan semakin riuh, jabatan pimpinan cabang itu memang pantas untuk Munaf yang terbilang cukup senior.

“Sedangkan Dako,,,” suasana seketika menjadi hening saat Pak Prabu mulai melanjutkan pengumumannya, “Dengan pertimbangan perlunya perusahaan ini melebarkan sayap, jajaran direksi mempercayakan kepada Dako untuk merintis pembukaan cabang central untuk daerah Kalimantan,, selamaat!!!,,,”

“Yeeaaahhh,,,” Dako mengepalkan tangannya, berteriak girang, tertawa lebar, menerima jabat tangan Arga dan Aryanti yang mengucapkan selamat. Lalu berpaling kearah Zuraida dan memeluknya erat, kita akan pindah ke Kalimantan sayang, seperti yang memang aku inginkan,,,” bisik Dako.

“Ok,,, untuk sementara mungkin hanya itu yang bisa saya sampaikan, tapi bocoran ini dapat dipercaya, karena disampaikan langsung oleh Pak Andre, selanjutnya,, silahkan melanjutkan party kita,,,” ucap Pak Prabu menutup pengumumannya sambil mengangkat gelas ditangan, mengajak untuk bersulang.

Kebahagiaan begitu nyata terlihat, masing-masing mengucapkan selamat kepada rekannya. Berkelakar tentang daerah yang akan mereka tempati.

Sambil memainkan jari-jari diatas Yamaha Keyboard PSR-E433, Adit membawakan lagu dari Daniel Bedingfield dengan pelan.

If your not the one then way does my soul feel glad today...
If your not the one then way does my hand fit yours this way...
If you are not mine then way does your heart return my call...
If you are not mine would i have the strenght to stand at all...

Pak Prabu mengajak Bu Sofie untuk berdansa, memeluk sang pejantan sambil memamerkan senyum kepada yang lain.

“Pah,, mending papah nemenin Sintya, kasian dia sendiri,,,” ucap Aida saat melihat raut wajah gadis itu berubah ketika Pak Prabu mengajak Bu Sofie berdansa. Memang tidak mudah untuk menjadi yang kedua.

“Iya,,, Boleh koq,,, tapi jangan dinakalin, kasian dia,,,” ucap Aida, menjawab tatapan tak percaya dari Munaf. Seketika lelaki itu tersenyum lebar, mengecup kening Aida, lalu mendekati Sintya.


“Aryanti,,, mau berdansa dengan ku?,,,”

Aryanti tersenyum mendengar ajakan Dako, sesaat menatap Arga dan Zuraida meminta izin, lalu dengan gaya yang gemulai mengangkat tangan kanan nya yang dengan cepat disambut oleh Dako. Berjalan mendekati Munaf dan Pak Prabu yang ada didepan panggung.

“Zee,,,” panggil Arga lembut, mengagetkan Zuraida, meski dirinya memang tengah menunggu ajakan Arga, tetap saja suara yang terdengar lembut itu mengagetkannya.

Zuraida tersenyum canggung, menyambut Arga yang meletakkan tangan dipinggul yang ramping.

Tubuh kedua insan berlainan jenis itu bergerak mengikuti lagu, ditempat yang sama, tidak bergabung dengan yang lain. Gerakan kedua nya terlihat kaku, padahal beberapa jam yang lalu mereka bercinta dengan mesranya.
Membisu, masing-masing sibuk dengan pikirannya.

Malam semakin larut, beberapa pasangan terlihat saling bertukar, kini Munaf terlihat tengah menggandeng Andini, sementara Pak Prabu begitu mesra bersama Sintya. Dan Bu Sofie,,, wanita itu kini terlihat sibuk dimeja bar mini, meracik minuman dari beberapa botol beraneka warna yang berbentuk unik. Sebuah hobby baru yang didapatnya setelah lama menetap di Paris.

Aryanti dan Dako pun tampak beristirahat, keduanya terlihat seperti sepasang kekasih baru, duduk dengan saling pangku, tangan Dako yang nakal tak henti menggarayangi paha Aryanti yang hanya dibalut mini dress warna merah muda.

Sesekali Aryanti menuangkan whiskey ke gelas mereka. Dan terlihat jelas bagaimana keduanya mulai mabuk.




***

Setelah cukup lama saling diam, akhirnya Zuraida menyerah, membuka mulutnya membuka percakapan.

“Argaa,,,”

“Yaa,,,” sahut lelaki itu datar. Sesuai dengan dugaan Zuraida, jawaban yang terasa begitu hambar. Namun Zuraida tidak peduli, wanita itu menyandarkan kepalanya di pundak si lelaki.

“Aku akan pergi jauh,, mungkin,,, mungkin kita tidak akan bertemu lagi,,, aku tidak mungkin terus menyakiti Aryanti,,,,” Air mata perlahan berkumpul dipelupuk mata, jatuh berderai tak terbendung, sesenggukan dipundak Arga. Tapi lelaki itu tak bergeming, tak menjawab, hanya tangan kekar yang memeluk semakin erat.

“Argaaa,,, plisss,, jangan diam seperti ini,,, acuh mu membuat hatiku semakin menderita,,,” tangis wanita itu semakin dalam.

“Jangan menangis sayang,,, inilah jalan hidup, takdir hanya ingin membantu kita untuk menyelesaikan hubungan terlarang ini,,,” bisik Arga, mengusapi rambut Zuraida yang tertutup oleh jilbab.

“Percayalah,,, kesibukanmu sebagai seorang dokter dan waktu yang berlalu pasti akan mampu membantu hatimu mengatasi ini,,,”

Tangis Zuraida terhenti, ia dapat membaca apa yang tersirat dari jawaban Arga. Ketegasan seorang lelaki. Tampaknya Arga memang ingin mengakhiri hubungan mereka lebih awal. Dan tak ada yang dapat dilakukan Zuraida selain menerima.

Matanya yang basah menatap Arga. Dibuangnya segala gengsi dan ego. Hatinya begitu merindukan sentuhan dari lelaki yang beberapa tahun lalu begitu merajai hati dan pikirannya. Dan kini semua terulang lagi, dalam status dan kondisi yang jauh berbeda.

Kakinya berjinjit, mengecup bibir sipejantan, sentuhan bibir dalam balutan cinta yang dalam.

“Zeee,,,” hanya kata itu yang terucap dari bibir Arga saat menyambut bibir sicantik. Walau bagaimanapun sulit bagi Arga untuk mengabaikan jamahan bibir seorang Zuraida.

Lampu sorot kolam yang tadi sempat menyala terang, kembali meredup. Membuat suasana semakin syahdu.


“Bu,,, tengoklah Bu Zuraida dan Pak Argaa,,, soo sweeett,, romantis bangeeet,,,” ucap Andini yang menghampiri Aida yang duduk disofa panjang. membawa dua gelas cocktail hasil racikan tangan Bu Sofie.

“Sepertinya antara mereka emang ada sesuatu deh,,,” jawab Aida, menyambut obrolan Andini.

“Padahal aku pengen banget dansa ama Pak Arga,,,kali aja ntar dikasih lagi,,, itu nya lhooo,, ngangenin bangeet,,,” ucap Andini yang sepertinya sudah mulai mabuk. Sejak awal gadis itu memang sudah banyak minum.

“Hahahaa,, ternyata kamu udah nyicipin punya Arga juga ya,,, tapi emang sih,, wanita mana yang ngga klepek-klepek dihajar batang gede nya,,, Uuugghh,,, Dini sihh,, aku jadi pengen nih,,, hihihi,,,”

Tapi obrolan dua wanita terhenti, dikeremangan mata mereka menyaksikan bagaimana tangan Arga meremasi payudara Zuraida. Wanita yang terlihat begitu setia dan alim itu begitu pasrah atas ulah dua tangan Arga yang meremasi payudara, pantat dan selangkangannya.

“Duuuuhh,,, Aku jadi ikut merindih nih Din,,, pengen diremes-remes juga,,,” keluh Aida, menjepit tangan dengan kedua pahanya.

“Buuu,,, Pak Munaaaf Buuu,,,” seru Andini tiba-tiba. Menunjuk Munaf yang tengah menggarayangi tubuh Bu Sofie dari belakang, tapi wanita bertubuh montok itu hanya tertawa. Tangannya terus bekerja meracik minuman untuk Adit yang duduk didepan Bar.

Begitupun saat Munaf berusaha mengeluarkan sepasang payudara berukuran 36D dari gaunnya. Bu Sofie justru tertawa semakin lebar, entah apa yang mereka bicarakan hingga akhirnya Bu Sofie melemparkan kain kecil hingga menutupi wajah Munaf.

Tiba-tiba tubuh Bu Sofie beringsut turun kebawah, membuat Andini dan Aida bertanya-tanya apa yang dilakukan wanita itu dibawah meja bar, tapi saat melihat wajah Munaf yang terlihat begitu menikmati aktifitas Bu Sofie dibawah sana, baru lah mereka mengerti apa yang tengah terjadi.

Tak berapa lama, Munaf menarik tubuh Bu Sofie kembali berdiri, meminta wanita itu sedikit membungkukkan tubuhnya. Terlihat Bu Sofie mewanti-wanti saat Munaf mengangkat gaun mini yang membungkus tubuh montoknya. Tapi Munaf seperti tidak peduli, meminta Bu Sofie lebih membungkukkan badannya, dan tiba-tiba tubuh wanita terhentak kedepan, mulutnya terbuka melepaskan lenguhan tanpa suara.

“Buuu,,, mereka ngen,, ngentot ya?,,” tanya Andini dengan suara tertahan.

“Huuhh,,, dasar si papah,,, padahal tadi udah janjian ga boleh main serong lagi,,, uuggghhh,,,” Aida terlihat sebal, menenggak habis cocktailnya, merasa kurang, Aida juga menenggak chivas milik suaminya yang ada dimeja kecil.

Seketika wajahnya mengernyit ketika merasakan kerasnya rasa dari minuman itu. Tak ambil pusing dengan rasa, ibu muda itu kembali menenggak beberapa kali.

“Hihihihi,,, ibu kalo marah lucu,,,” Andini mengamati tingkah Aida yang tengah sewot. “Balas aja bu,,,” usul Andini.

“Balas?,,,”

“Iya,,, ibu balas aja, tu suami saya lagi nganggur,,,” jawab nya sambil menunjuk Adit yang duduk menonton sambil meremasi batang yang ada dicelana, seolah sedang menunggu giliran.

Tanpa minta persetujuan lebih lanjut, Aida beranjak mendekati Adit, dan langsung memberikan ciuman yang ganas. Adit yang sempat kaget langsung mengerti apa yang diinginkan wanita itu. Pasrah ketika Aida menariknya kedalam bar. Tak menunggu lama terjadilah pacuan dua tubuh betina yang sama-sama memiliki tubuh montok.

Pinggul Adit menghentak dengan kasar, menjejali vagina Aida dengan batangnya, sambil melempar senyum kepada Munaf. Terbalas sudah dendamnya tadi pagi, saat Munaf menyutubuhi Andini dalam lomba pantai, tepat didepan matanya.

“Asseeeem,,, pelan-pelan Dit, jangan kasar gitu, kasihan istriku,” seru Munaf geram.

Tapi peringatan Munaf justru dijawab oleh istrinya sendiri dengan lenguhan panjang, dibalik kacamata minusnya wanita itu tersenyum nakal, sambil sesekali meringis akibat hentakan Adit yang kelewat kasar. Tapi itu justru membuat Aida semakin liar, pantatnya bergerak kebelakang dan kedepan memberikan perlawanan.

Wajah Munaf semakin geram, tidak menyangka istrinya yang dulu kalem kini berubah menjadi begitu binal. Tubuh montok yang selama bertahun-tahun selalu setia melayani kebutuhan seksualnya kini tengah melayani lelaki lain. Menawarkan kenikmatan liar yang tidak pernah diberikan kepadanya.

Melihat hal itu Bu Sofie tertawa, seolah tak ingin kalah tubuhnya ikut bergerak liar, otot vaginanya mengencang, memberi pesan kepada Munaf bahwa vaginanya tidak kalah dari milik istri Munaf itu.

Tak ayal terjadilah persaingan pacuan liar, Adit yang membalas dendam, Munaf yang geram dibakar cemburu, Aida yang ingin membalas ulah suaminya dan Bu Sofie yang terbawa dalam arus persaingan. Begitu kontras dengan alunan musik yang mendayu lembut, mengiringi Arga dan Zuraida yang masih melangkah berirama sambil berpelukan


Sementara disisi lain kolam, Mang Oyik dan Kontet yang kini menjadi operator musik dan lampu, cuma bisa manahan konak. Nafsu kedua jongos itu semakin menderu saat menyaksikan Aryanti yang kini duduk mengangkangi Dako yang asik menyusu dikedua payudaranya.

Berkali-kali jari lentiknya memasukkan kembali payudara kebalik mini dressnya, berkali-kali pula tangan Dako menarik keluar seolah sengaja ingin memamerkan sepasang buah ranum itu kepada Mang Oyik dan Kontet.

Akhirnya Aryanti pasrah, membiarkan payudaranya menggantung diluar, menjadi santapan bibir dan lidah Dako. Menjadi santapan nafsu liar kedua jongos yang hanya bisa menatap sambil mengusapi selangkangan.

Birahi telah menguasainya, dicumbui tatapan liar yang semakin membuat tubuhnya semakin terbakar sensasi eksibionis. Wanita cantik itu balas menggoda
Menggesek-gesek batang Dako diselangkangan yang masih terbalut celana dalam yang juga berwarna merah

Sepertinya kedua pasangan itu tidak ingin terburu-buru, menikmati setiap kenakalan yang dilakukan oleh pasangannya. Menikmati segala cumbu nafsu yang menyapa.

“Mang,,, Mang Oyik,,, tu ada yang nganggur Mang,,,” seru Kontet mengagetkan konsentrasi Mang Oyik. Keduanya menatap Andini yang sudah mulai mabuk, mengamati persetubuhan pacuan birahi suaminya.

“Samperin yuk,,, kali aja kita dikasih nenen sama tu cewek,,, sepertinya lagi mabuk, Mang,,”

“Eittsss,,, itu jatah ku,,, kamu tungguin lampu ama sound system, lagian idolamu lagi show tuh,,, kali aja ntar kamu ditawarin ikut nyoblos memeknya,,,” ucap Mang Oyik, lalu meninggalkan Kontet yang ingin protes.


* * *

“Argaaa,,, Gaaa,,, kau membuatku basah sayang,,,” rintih Zuraida, meski tertahan oleh gaun yang ketat, Zuraida masih bisa merasakan bagaimana jari-jari Arga mengusapi vaginanya. Puting mungilnya yang mengeras tak lepas dari remasan tangan kiri Arga.

“Argaa,,, Aku ngga tahan, sayaang,,,” mata indahnya menatap Arga, meminta sebuah penyelesaian, berharap lelaki itu membawa tubuhnya ketempat yang sunyi dan memberikan kenikmatan yang tengah diidamkan oleh vagina mungilnya.

“Jangaaann,, cukup seperti ini ya sayang,,,” jawab Arga, mengangetkan Zuraida.

Berbagai pertanyaan berseliweran diotak dokter cantik itu, Apakah Arga tidak mencintainya lagi?,,, Apakah Arga sudah tidak menginginkan tubuhnya lagi?,,,

Zuraida termenung, kembali merapatkan tubuhnya kedada si lelaki, nafsu yang bergemuruh dengan cepat sirna, kerisauan hati lah yang kini meraja. Bertanya-tanya, Ada apa dengan cintanya.

“Sayaang,,, Tidak usah berfikir macam-macam, aku hanya berusaha melakukan yang terbaik buat kita,,,” ucap Arga, hatinya pun sedih tidak bisa memenuhi keinginan wanita yang begitu dikasihi. “Maaf,,,”

Zuraida tidak menjawab, memejamkan matanya, waktu mereka tak banyak. Tak ingin menghabiskan dengan perdebatan. “Argaa,,, hikss,,,” wanita itu kembali terisak dipelukan si lelaki.

“Boleh aku meminjam wanitamu?,,,” pinta Pak Prabu, mengagetkan Zuraida dan Arga yang masih berpelukan erat....

Sayang... Ini Hanya Sebuah Permainan - Heart Terminal

Heart Terminal


Dako memejamkan matanya, coba meresapi hangatnya air dalam bathtub. Pikirannya jauh menerawang tentang asa yang terbangun akan sebuah kehidupan rumah tangga yang bahagia.

Namun Dako tidak sendiri, diatas tubuhnya berbaring Aryanti, wanita yang pikirannya juga tengah bertualang, mencoba memahami apa yang tengah terjadi pada hidupnya.

“Ko,, Koq bisa sih kamu kepikiran ngadain liburan seperti ini?,,

“Ngga tau juga Yant,,,,, meski awalnya aku hanya ingin mencari sebuah pembenaran atas apa yang kulakukan selama ini,, tapi aku tidak menyangka bakal seperti ini?,,”

Hidung Dako membaui rambut Aryanti, sesekali bibirnya mengecup pipi wanita yang berbaring diatas tubuhnya, menyandarkan kepala wanita itu dipundaknya. Dua tubuh dengan kelamin berbeda, terendam dalam busa yang melimpah.

“Tapi kau egois Ko,,, kau sudah menjadikan honey moon ku hancur berantakan,,, tapi ya sudahlah,,, tak perlu dibahas,,”

“Maaf Yan,,,” hanya itu yang keluar dari bibir Dako yang tengah membenamkan wajahnya dileher yang jenjang dan mulus.

Aryanti menghela nafas, memejamkan matanya, menikmati ulah Dako dengan hasrat tak penuh, telapak yang kasar menjamah payudara, perut hingga selangkangan yang dibiarkan seolah tanpa pemilik.

Hening,,, hanya suara kecipak air yang sesekali terdengar, ulah dari kekaguman tangan seorang lelaki yang mencumbu kulit mulus seorang wanita cantik.

“Apa kau ingat saat pertama kita bertemu,,,” tanya Dako tiba-tiba.

“Hahahahaa,,, ngapain mbahas itu,,, dasar cowok mesum,,,” Aryanti tertawa, setiap ingat bagaimana tingkah konyol Dako saat berusaha berkenalan dengan dirinya.

“Tapi sampai sekarang, yang aku masih bingung, koq bisa sih kamu dapet name tag ku?,,” sambung Aryanti, hingga kini ia tidak tau, bagaimana bisa Dako yang belum dikenalnya bisa memegang name tag yang selalu terpasang didadanya.

“Hahahaaa,, jadi Mba Sri ngga pernah cerita padamu?,,,”

“Hehh?,,, Mba Sri?,,” Aryanti coba mengingat-ingat kronologi beberapa tahun yang lalu, saat Dako berpura-pura mengembalikan name tag miliknya, hanya untuk mengajak makan siang.

“Yup,,, Mba Sri yang ngambil name tag kamu, waktu kamu kekamar mandi, terus ngasih ke aku,,, hahahaa,,,”

“OMG,,, aku kira name tag ku memang jatuh dijalan,,, sialan kau Ko,,,, Huuhh,, kasian banget Zuraida, padahal saat itu kamu tinggal menunggu hari untuk menikah dengan Zuraida,”

“Hehehee,,, kamu kan tau kalo aku emang bajingan,,, hahahaa,,” Dako tertawa tergelak sambil meremasi payudara Aryanti lebih kuat.

“Aaauuuhh,,, puting ku lagi nyeri tauuu,,, dari kemaren ni balon diremes dan diisep terus ama kalian,,, ampe heran koq ngga bosan-bosan,,” Wanita itu menepis tangan Dako.

“Hehehee,,, Sorry,,, habisnya Zuraida sulit diajak bercanda seperti ini,,,”

“Mungkin kamu aja yang ngga nemu caranya,,, ayolah,, bukankah kamu si penakluk wanita, masa ngadepin istri sendiri ga bisa,,,” Aryanti berusaha menjadi pendengar yang baik. Memberi semangat meski hatinya juga berusaha bangkit dari kepedihan yang sama.

“Ngga tau lah Yan,, tapi aku banyak belajar dari liburan ini,,, aku ingin tobat, setidaknya mengurangi kenakalan ku,,, ternyata aku belum mengenal sifat Zuraida sepenuhnya, mungkin aku harus belajar menjadi cowok yang lebih romantis,,,”

“Tobat? Yang beneer?,,,”

“Iya beneeer,, sueeer,,, pake lima jari nih,,,”jawab Dako mengangkat telapak tangan dengan jari terentang.

“Terus,,, yang lagi nyundul-nyundul di pantatku apaan?,,, hahahaa,,,” Aryanti tergelak, merasakan batang Dako yang keras, menusuk bongkahan pantatnya, sesekali menyelinap diantara belahan pahanya.

“Hahahaa,, kalo itu reaksi alami laaahh,,,” tawa lelaki itu pecah, lalu membisik mesra, meminta izin untuk bertandang kedalam tubuh si wanita. “aku masukin yaa,,,”

“Tumben pake minta izin, masukin aja,,, tapi aku lagi ngga mood, lagi ngga pengen,,, aku pengen istirahat, kepalaku agak pusing,,,” jawab si wanita, kembali meletakkan kepalanya dipundak Dako. “Pijitin lagi dong,,,”

“Lhooo,,, badan mu agak panas Yant,,,” ucap Dako ketika sadar suhu tubuh Aryanti yang lebih panas, bukan karena hangatnya air.

“Kan tadi aku bilang lagi ngga enak badan,,, mungkin karena kecapean,,,”

“Yaa,, smoga,,, ya udah,,, istirahat ya,,,”

Dako mengurungkan niatnya, meski saat itu penisnya yang sudah mengeras berada tepat didepan vagina Aryanti. Lebih memilih menuruti keinginan si cantik, memijit tubuh mulus itu. Meski sesekali tangannya tak mampu untuk menahan bergerak nakal meremas payudara membusung yang muncul dipermukaan, diantara busa yang lembut.

“Yant,,, punyamu koq dibiarin rimbun gini sih,,, kan cowok lebih senang ama yang gundul dan mulus,,,” bisik Dako sambil mengusap-usap rambut kemaluan Aryanti yang lebat.

“Hehehee,,, ngga apa-apa,, seneng aja ngeliatnya kalo lebat gitu,,, lagian Arga ngga pernah komplain koq,,,” Aryanti bermain mengumpulkan buih dengan tangannya, mengumpulkan diatas gundukan payudara.

“Aaaiiihhh,,, Dakoo,,, ngapain sihh,,, turunin,,,,” tiba-tiba bibir tipis nya terpekik, Dako mengangkat pantatnya hingga membuat selangkangan Aryanti yang ada diatasnya muncul kepermukaan. Ada rasa malu dihati wanita itu bila kemaluannya yang dipenuhi oleh rambut kemaluan diperhatikan oleh orang lain.

“Ststsss,,,, katanya kamu seneng ngeliat, aku mau ikut ngeliat koq malah malu sih,,,” tangan kanan Dako berusaha menepis kedua tangan Aryanti, sementara tangan kirinya menyibak buih yang menutupi selangkangan wanita itu.

“Hhmmm,,, emang mantap sih,,,” komentar Dako, saat menangkap pemandangan hutan rimbun yang menyembunyikan liang surga yang didamba oleh kaum adam.
“Mantap apanya?,,,”

“Mantap sangar nya,,, bener-bener terlihat sperti hutan misteri, bikin cowok makin penasaran,,, hahahaaa,,”

“Tuuu kan,, malah diledekin,,, udah dong,, turuniiin,,,” kaki Aryanti berusaha menekan pantatnya kebawah, membuat Dako mengalah, tapi tangan lelaki itu masih mengusap rimbunnya kemaluan Aryanti.

“Ko,,, potongin dong,,,”

“Bener?,,, ntar Arga malah komplain lho,,, lagian lama lho kalo mau di gondrongin lagi,,, hahahaa,,,”

“Iiishh,,, seneng banget sih ngeledekin,,, lagian Kalo Arga nanya ya bilang aja aku pengen nyobain style baru,,,hehehe,,, itung-itung surprise lah,,”

“Hahahaa,, sini dah aku potongin,, mau dibikin mohawk atau gimana nih,,hahaha,,, tapi kamu turun dulu dong,, lama-lama badanmu berat juga Yant,,,”

“Hahahaa,, dasar Dakooo,,, iyaa,, iyaaa,,aku turun niihh,,,” kedua insan itu beranjak keluar dari bathtub. Lebih terlihat seperti sepasang suami istri dibanding ikatan persahabatan. Aryanti melenggang mengambil pisau cukur kumis milik Arga, dibawah tatapan nanar Dako yang menganggumi bulatan pantat yang kencang, bergerak dinamis mengikuti langkah kaki yang jenjang.

“Pake ini bisa kan?,,,” ucap Aryanti, berpaling sambil mengacungkan pisau cukur, tapi dirinya justru mendapati Dako yang terbengong memandangi tubuh telanjangnya. “Iiihhh,,, ngga bosan-bosan melototin pantat bini orang,,,”

“Hehehee,,,, habisnya pantatmu sekel banget,,, jadi inget semalam, waktu nusuk dibelakang,,, minta lagi dong,,”

“Aaahh,, ngga-ngga,, potongin dulu punyaku,,,,” Aryanti duduk ditoilet, menyerahkan pisau cukur kepada Dako.

Baru saja membuka kedua pahanya, wanita itu kembali mengatup rapat menyembunyikan kemaluan diantara jepitan paha. “Hahahaa,, Aku malu Ko,,, jangan dipelototin ya,,,,”

“Yeee,,, gimana mo motong kalo aku ngga ngeliat, lagian ntar kalo udah bersih ngga malu lagi koq,,,” jawab Dako, bersimpuh didepan Aryanti, membuka paha yang mulus. Sesaat mengamati pintu vagina yang masih tertutup rapat meski kedua pahanya sudah terbuka.

“Pantes legit, rapat banget kaya gini,,,” ucap hati Dako, mengagumi alat kelamin milik istri sahabatnya itu. Jari-jarinya menguak bibir vagina.

Sementara si wanita membuang pandangannya kearah bathtub, memandangi buih yang perlahan mulai berkurang. Menutupi rasa malu, meski lelaki yang bersimpuh didepannya itu sudah beberapakali dimanjakan oleh liang senggamanya. “Cepet dong,,, jangan dimainin kaya gitu,,,”

“Aaauuu,,, pelan-pelan,,, geli,, hati-hati ya,,, ntar luka lho,,,” kening Aryanti mengernyit, menahan geli dan khawatir kulit nya terluka. Tetapi wanita itu percaya, sahabat suaminya itu akan melakukan yang terbaik untuk mahkota nya.

Paha yang berakselerasi dengan tungkai yang indah itu terbuka semakin lebar, mengikuti segala kehendak sang teknisi, bibirnya berkali-kali mendesis saat jari Dako mengambil potongan rambut kemaluan yang jatuh dibelahan bibir kemaluan.

“Aaauuuwwhhh,,, Sssshh,,,, Ko,,, knapa ngga bilang kalo udah selesai,,, Auuuhh,,,” tangan Aryanti menjambak rambut Dako. Tanpa disadarinya selangkangannya kini sudah bersih. Menampilkan sepasang daging gemuk yang saling berhimpit diantara dua paha yang sekal.

“Cantik banget Yant,,,” ucap Dako, menjulurkan lidahnya, mengusap klitoris yang memerah.

“Aaahhhssss,,, Ko,,, kamu seneng ngoral juga yaa,,,eemmhhh,,,” Mata Aryanti menatap wajah lelaki yang tengah mencumbu selangkangannya, mengusapi rambut nya dengan rasa yang sedikit berbeda.

“Ko,,, kalo menurutku, bersetubuh dengan rasa sayang itu lebih nikmat dibanding sekedar mengejar hasrat,,, kalo menurutmu gimana?,,,” wanita itu bertanya sambil menyandarkan tubuhnya kesandaran toilet, sementara tangannya mengusapi rambut Dako, membiarkan lelaki itu bermain-main dengan alat senggamanya.

Dako menghentikan aksi lidahnya, menyandarkan kepala dipaha kiri Aryanti, matanya menatap bibir vagina yang terlihat begitu indah tanpa rambut kemaluan, sesekali jarinya menguak lipatan, sambil mengusapi dua kulit tipis yang menjadi pintu menuju lorong, membuat si empunya menggeliat menahan geli.

“Sama,,, kalo disuruh memilih,, aku lebih suka mencumbu wanita yang kusayangi dengan rasa penuh cinta,,,” ucap Dako pelan. Kembali mendekatkan lidahnya, menyambut aliran kalenjar bening yang perlahan keluar dari bibir vagina.

Mata lelaki itu terpejam, seiring lidahnya yang mengais cairan cinta kedalam lorong yang kemerahan. Tangannya dengan lembut mengusapi paha Aryanti.

Perlahan mata nya terbuka, menatap Aryanti yang memandangi ulahnya dengan pandangan sayu..

“Boleh aku,, emmhh boleh aku memiliki hati mu,, walau hanya untuk sesaat,,” bibir Dako terbata. Kaku, Sesuatu yang sangat jarang terjadi pada lelaki itu.

“Apa kau baru saja menembakku, Hahahaa,,, aku sudah bersuami lho,,, dan tadi ada yang bilang pengen tobat,, hehehee,,,” mata Aryanti mengerling genit, menggoda Dako.

Dako tersenyum kecut, “Haahahahaaa,,, Iya,, aku sadar koq,, lagian aku cuma bercanda,,, sudah yuk, keringin tubuhmu,, ntar malah tambah masuk angin lho,, lagian sebentar lagi kita ada dinner party,,,” Lelaki itu berdiri, mengacak-acak rambut Aryanti yang masih basah, sebelum berpaling Dako menyempatkan menoel puting Aryanti sambil tertawa.

“Ko,,, tunggu” Seru Aryanti, menahan tangan Dako. “Kamu boleh berhenti menggoda wanita, tapi tidak denganku,,” ucap Aryanti sambil tersenyum, lalu memeluk tubuh Dako dari belakang, dengan pasti wanita menggiring Dako keluar kamar mandi.

“Kita kawin yuuk,,,” bisik Aryanti sambil merapatkan pelukan kepunggung Dako.

“Hahahaa,,, kalo tubuh sedang fit, sudah dari tadi aku perkosa kamu,,, mending istirahat aja deh sanaa,,, ntar aku yang disalahin sama Arga,,”

“Aahh,, kalo cuma ngeladenin kamu sih kecil,,, sampai dua ronde aku juga masih sanggup koq,,, tapi kalo emang ngga mau ya udah,, ntar dikira aku yang keganjenan pengen dientot,,,

“Iiisshhh,,, ni mulut,, kalo udah pengen vulgarnya langsung keluar,,,”

“Eemmmpphh,,,” bibir Aryanti yang ingin tertawa tertahan oleh lumatan bibir Dako, membopong tubuhnya kekamar.

Tiba ditepi tempat tidur, Aryanti menahan Dako yang ingin merebahkan tubuhnya keatas kasur. Menatap tajam mata Dako.

“Ko,,, aku ingin ini lebih dari sekedar seks,,,” ucapnya lirih, lalu berbaring dengan senyum yang sangat lembut.

Dako terdiam, berusaha mencerna ucapan wanita cantik yang kini berbaring pasrah didepannya.

“Apa kamu ingin terus memandangi tubuh istrimu mu ini,, waktu kita ngga banyak lho,,,” lagi-lagi Aryanti tersenyum genit, melepas cincin kawinnya lalu meletakkan di meja kecil disamping kasur.

“Istrikuu?,,, hahahaa,,, dasar nakal,”
Dengan cepat Dako menaiki tubuh mulus si teller bank yang cantik, mengusapi payudara yang tetap membusung meski pemiliknya sedang berbaring. Menciumi leher yang jenjang, lalu menghisap layaknya seorang vampire, memberi beberapa tanda dikulit yang mulus.

“Kooo,,, Ooowwhh,,, jangaaann,,,” Aryanti berusaha mengelak, menghindari adanya tanda merah yang pasti akan dengan mudah dikenali oleh orang lain.

“Bukankah kamu istriku?,,,” celetuk Dako sambil nyengir nakal.

“Huuhh,,, dasar Dakoo,,, ooowwhhhss,,,, dineneen aja dooong,,,” pinta wanita itu, tapi tak lagi berusaha menghindar, lebih memilih untuk membiarkan lelaki itu mencumbu tubuhnya sesuka lelaki itu.

“Kooo,,, owwhhhss,,, geliii,,, cupangin disitu juga dong,,, hihihi,,,” goda Aryanti, sambil memandangi Dako yang menciumi ketiaknya. “Eeenggghhh,,, geliii gilaaa,,, Aaawwwssshhh,,, Dakooo,,jangan kuat-kuat ngiseepnyaaa,,geliii bangeeet,,, Aaahh,,,” wanita itu merintih semakin kuat, tidak menduga Dako benar-benar berusaha membuat cupang diketiaknya. “Eddaaaan kamu Koo,, Ooowwhhss,,,”

“Heemm,, koq ngga merah ya,,,” seru Dako dengan cueknya, memandangi karyanya dilipatan tangan wanita itu. Lalu kembali membenamkan wajahnya dan kembali membuat wanita itu terpekik.

“Hahahaa,,, udaahh,,, geli taauuu,,, Awwhhss,, udaahh,,, awas yaaa,, ku balaaasss,,,” Aryanti berkelit, mendorong kepala Dako menjauh dari ketiaknya, lalu dengan cepat bangkit menindih tubuh Dako.

“Sekarang giliranku,,, hehehee,,”

“Emang kamu bisa apa?,,, palingan ngisep batangku,, hahahaa,,,” celetuk Dako, membuat Aryanti yang tengah bersiap melumat batang Dako menjadi keki.

“Asseeemm,,, liat aja ntar,,, aku punya surprise buat suami baruku,, hehehee,,” jawab nya sambil mengocoki batang yang sudah mengeras.

Perlahan tapi pasti, bibir wanita itu melumat batang yang sudah mengeras. Setelah puas lidahnya beralih pada kantong testis, lalu dengan rakus melumat kedua biji kelereng, lalu menyedot dengan kuat..

“Ooowwhh,,, boleeehh juga,,” kening Dako berkerut menahan nyeri tapi juga terasa nikmat.

“Hehehee,,, gimana? Enak?,,,” tanya Aryanti, tanpa berhenti mengocok batang Dako.

“Heemmm,,, Lumayan,,,”
Lagi-lagi jawaban Dako membuat wanita itu keki. Tangannya mendorong paha Dako agar lebih terbuka. Lalu kembali melumat batang dan testis Dako dengan lebih ganas.

“Ooowwwhhhss,, Hahahaa,,,, Sudaaah yaaant,,, ntar aku keluaaaar,,, Aaarrrgghhh,,,”

Lelaki itu menarik paksa tangan Aryanti lalu membanting kesamping, dengan sigap Dako mengambil posisi diantara kedua kaki yang jenjang, lalu membenamkan wajahnya diselangkangan yang sudah basah.

“Aaaww,,, Dakoooo,,, Eeemmmpphh pelaaan-pelaaan,,”

“Sakiiit Kooo,, jangaaan digigiiit,, Aaaww,,,

“Eemmpp,, iyaaa,, jilaaatin ajaa,, Ooowhhss,, Dakooo gilaaa,,, hahaahaaa,,”

Teriakan, desahan dan rintihan memenuhi kamar, kedua tubuh itu terus bergumul, saling menggoda, silih berganti saling tindih menindih, hingga nafas kedua nya terasa begitu berat.

“Udaahh,, Aahh,, capek akuu,,,” ucap Aryanti menjatuhkan tubuhnya disamping Dako setelah lelah melumat batang Dako yang masih mengeras. Keringat membasahi tubuhnya.

“Yant,,,”

Wanita itu menoleh kesamping, sambil mengatur nafasnya. “Yaa,,, ada apa?”

Dako yang sudah membuka bibir untuk mengucap kata, mengurungkan niatnya. Matanya menatap wajah Aryanti dengan mimik lebih serius.

“Kenapa? pengen ngentotin aku sekarang?,,, ayoo,, siapa takut,,”

Dako tertawa mendengar pertanyaan Aryanti. Wanita yang berbaring disampingnya tanpa busana itu memang selalu blak-blakan kalo bicara. Wajahnya pun selalu terlihat ceria, seakan tak pernah memiliki masalah. Begitu berbeda dengan Zuraida.

Aryanti ikut tertawa. Tangannya terhulur mengusap pipi Dako. “Sayang,,, tadi aku sudah bilang, aku ingin merasakan sensasi yang sedikit berbeda. Bukan sekedar seks,,” ucapnya sambil merapat ketubuh Dako seakan meminta untuk dipeluk.

Wanita itu tau, pemilik tangan kekar yang mencoba memeluk tubuh telanjangnya dengan erat itu masih bingung dengan apa yang diinginnya. Bibirnya mendekat ke telinga Dako, lalu berbisik lembut. “Aku ingin selingkuh,,, setubuhi aku sepuasmu, tapi pake cinta,,,”

Dako tertegun. Dirinya memang sudah beberapa kali mencicipi kenikmatan dari tubuh wanita bernama Aryanti, tapi semua atas dasar nafsu dan tualang birahi. Dan kini wanita itu mengajak untuk bermain hati, tidak berbeda jauh dengan gelora yang mengusik dirinya, ingin mencumbu Aryanti dalam balutan kasih.

Perlahan Dako mengcup bibir Aryanti, berlanjut dengan lumatan bibir yang lembut.

Aryanti memejamkan matanya, seiring usaha Dako memenuhi lorong senggamanya dengan batang yang sudah mengeras. Wanita itu mencoba menerima sepenuhnya kenikmatan yang ingin diberikan oleh sang pejantan.

Bibirnya mendesah, meluahkan getar nikmat yang merambati saraf dan memberi pesan keotak tentang rasa yang dikecap oleh lorong senggamanya. Hentakan-hentakan lembut yang menggeseki liang sensitifnya membuat wanita itu menggeliat.

Hentakan Dako terhenti membuat wanita cantik itu membuka matanya, menatap sang pejantan yang memandangi liang senggama yang tengah di isi perkakas tempur.

“Nih,, pandangin puas-puas,,, Hehehe,,,” Aryanti tertawa, lalu memeluk kedua kakinya. Mencoba mengekspos bagian bawah tubuhnya yang tengah menjepit benda sekeras kayu.

“tembem banget punyamu Yant,,,” bisik Dako, menggerakkan batangnya keluar masuk. Lalu menindih tubuh Aryanti, membuat kaki wanita itu semakin tertekuk. Dengan merentangkan kakinya lelaki itu kembali menghentak layaknya orang sedang push-up.

“Koq ketawa terus sih,,,” ucap Dako sambil terus menggerakkan pantatnya.

“Ngga apa-apa, cuma lucu aja ngeliat kamu, pengen nyoba semua gaya ya? Hihihihi,,,”

“ngga juga, aku cuma sepuas-puasnya ngerasain punyamu,,,”

“Hahahaa,, mau nyoba doggy?,,,”

“Doggy? Hhmmm boleeh,, tapi kalo nyasar kelubang belakang jangan marah ya,,,” jawab Dako.

“Wuuu,,, mau nyaaa,,,” bibir Aryanti manyun lalu memutar tubuhnya.
“Pelan-pelan ya nusuknya, ntar balonnya pecah lhoo,,,” mata cantiknya mengerling genit, sambil memeluk guling wanita itu mengangkat pantatnya tinggi, memamerkan dua lorong kemaluan yang ditawarkan kepada si penjantan.

“Yaaant,,, eemmpphh,, sempit banget,,” ucap Dako yang tak tahan melihat liang anus Aryanti yang mengerucut imut.

“Pelan Koo,,, Eeengghh,,, Aaauuu,,,” rintihan tertahan, jari-jari yang lentik mencengkram guling dengan kuat, meredam rasa perih, meski sudah beberapa kali melakukan anal, tetap saja liang bagian belakangnya terasa sulit setiap menerima tusukan pertama.

“Gimanaa?,,, Uuuuhhhhssss,,, Aaaahh,,, geliiii Kooo,,,”
“Yaaann,, sempit bangeeet,,, Oooowwhhh,,,”
Hentakan-hentakan kembali mengalir dengan ritme yang teratur, pantat Aryanti ikut bergerak menyambut setiap tusukan. Tubuh keduanya mengkilat oleh keringat.

Beberapakali bibir tipis si wanita terpekik ketika si lelaki dengan usil menghentak dengan keras. Membuat tubuh ramping nya menggeliat makin liar namun tertahan oleh jari-jari kokoh yang mencengkram bulatan pantatnya dengan kuat.

“Daakooo aku keluaaaar,,, Aaaagghhh,,,” Aryanti mengangkat pantatnya semakin tinggi, telapak tangannya menggosoki bibir vagina yang sudah sangat becek, dan tak lama kemudian cairan bening menghambur deras dari bibir vagina, membasahi guling dan kasur yang ada dibawahnya.

“Dakooo,,, nikmat banget sayaaang,,, ooowwhhh,,,”
Dengan terengah-engah Aryanti mengangkat tubuhnya, meminta Dako memeluknya dari belakang.

Perlahan Dako kembali menggerakkan pantatnya, bibirnya menjilati telinga, memaksa libido si empunya kembali bangkit.

“Yaaannn,,, aku juga maaauuu keluaaarrr,,, Oohh,, ohh,, ooohh,,,”

“Mau dikeluarin dimana?,,, depan apa belakang? Pilih aja,,, hihihi,,,” goda Aryanti, pantatnya bergerak kekiri dan kekanan, memanjakan batang yang masih bersemayam diliang anus.

Plop!!!,,
Dako menarik batangnya keluar.
Tanpa diminta Aryanti membaringkan tubuhnya merentang kedua kakinya, mengerti apa yang dikehendaki sipejantan yang bertualang dengan tubuhnya, mempersilahkan untuk menciduk kenikmatan dari liang senggamanya.

“Ayoo papah cayaaang,, mamah udah siaap di hajar lagi nih,,,”
Aryanti merentang kedua tangannya, menggoda Dako untuk melumat semua kenikmatan yang disajikan.

“Hahahaa,, bisaa ajaa,, kamu tambah ngegemesin yan,,” Dako menaiki tubuh Aryanti. Melumat bibir si wanita dengan ganas.

Tangan Aryanti menangkap batang Dako yang justru berusaha kembali menerobos lubang belakangnya. “Paaahh,,, jangan curang dong,, yang depan juga minta diisi tauu,,” dengan sigap jari-jari lentik mengarahkan batang yang keras kebibir vaginanya.

“Aaahhhh,,, eemmpphhh,,, keluarin disini aja yaa saayaaaang,,, kita bikin anaaak,,,”

Mendengar ucapan Aryanti, Dako berubah lembut, lidahnya menjelajah mulut basah Aryanti semakin dalam. Tapi tidak dengan batang yang merojoki vagina si wanita. Pantat lelaki itu bergerak semakin cepat.

“Aaahh,,, papaaahh,,, maaamaaah udaaah siaaaap,,,” ucapnya tertahan.

Dako bertumpu di kedua lututnya, mengganjal pantat Aryanti dengan bantal, pasrah menyambut setiap hentakan. Bibir keduanya mulai menggeram mengejar orgasme.

Hingga akhirnya dua tubuh yang menyatu itu mengejan dengan kuat. Masing-masing berusaha memaksimalkan kenikmatan yang didapat.

“Oooowwwhhsss,,, Yaaant,,, aku semprrrooot sayaaang,,, Ooogghh,,,”
“Aaagghhh,,, Dakooo,, tusuuuk yaaaang daaaalaaam,, Aaahhh,,,”

Tubuh montok Aryanti melengkung, kepalanya tertengadah dengan mulut terbuka lebar menggeram dengan liar, menyorong pantatnya begitu kuat, mempersilahkan Dako yang mencengkram pinggulnya dengan kuat, mengisi setiap rongga rahim dengan cairan sperma yang mengalir deras.

Sesekali pantat Dako masih mengejat, menghantar sisa-sisa sperma, lalu ambruk diatas tubuh si wanita yang tersenyum dengan nafas kembang kempis.

Tapi entah kenapa, ada sesuatu yang mengganjal dihati Aryanti, perasaan ganjil yang mengusik nikmat orgasme yang didapat.

“Argaa,,” bibirnya menyebut nama sang suami tanpa bersuara. Lalu memeluk tubuh lelaki yang baru saja mengisi tubuhnya dengan sperma. Wajahnya perlahan berubah murung. Termenung.

“Kamu lagi subur Yant?,, kamu benar ingin punya anak dariku?,,” celetuk Dako, mengagetkan Aryanti.

“hehehe,, ngga koq,,, aku udah suntik tiga bulanan,, punyamu cuma numpang lewat,,” jawab Aryanti dengan tawa dipaksakan, terus memeluk dan membenamkan wajah Dako di leher jenjangnya, tak ingin lelaki itu membaca raut wajah yang kali ini tak mampu disembunyikan.

“Mas Arga,, Aku kangen kamu mas,,, kangen banget,,” bisik hatinya, perlahan air matanya mengalir, seiring sperma pejantan yang mengalir keluar dari liang senggama.

Bersambung...

Sayang... Ini Hanya Sebuah Permainan - Misteri Hati (Bagian 2)

Misteri Hati


Bagian 2

“Seru banget ya Non?,,, pasti nikmat banget tuh,,,”

Tiba-tiba terdengar suara berat tepat disamping Andini, dengan cepat gadis itu menoleh. “Mang Oyiik,,, ngapain Mamang disini,,,” tanya nya dengan panik., tak menyangka akan kehadiran Mang Oyik yang baru datang mengantar Munaf dan Sintya.

“Maaf Non,,,, ini kan memang tempat kerja saya,,,” jawab Mang Oyik berusaha sopan, tapi matanya liar memandang dada Andini yang bergerak naik turun, akibat nafas yang terasa berat. Meski tertutup kaos orange, pesonanya masih dapat membuat batang Mang Oyik siaga 1.


“Oooaaagghh,,, eemmmgghhhhh,,, ga kuaaaat,,, Ooowwhh,,,” desahan Aryanti menyadarkan lamunan Mang Oyik.

“Pasti gurih banget tu lubang,,,sluurrpp,,, beruntung banget si Kontet” ucap Mang Oyik, ikut menyandarkan tubuhnya didinding, tepat disamping Andini.

“Hehehee,,, pengen juga ya Mang?,,,” tanya Andini sambil tertawa., melihat ulah Mang Oyik yang menyapu bibir tebalnya denga lidah.

“Non, mau ngasih?,,,” tanya Mang Oyik cepat menoleh, penuh harap.

“Eeettss,,, siapa bilang saya mau ngasih,,,” Andini reflek menutupi payudara dan selangkangannya dengan tangan, menyesal karena menggoda Mang Oyik. “Sono nohh,, minta ama tante cantik, kalo beruntung pasti dikasih juga koq,,,”

“Eeehhh,,, adaaa Mang Oyikk yaa,,,” Aryanti menoleh tersipu malu, berusaha mendorong kepala Kontet lalu berbalik sambil merapikan rok nya.

“Santai aja Bu,,, kita disini emang buat mbantu-bantu tamu koq,,, tu istri saya aja sampe ngos-ngosan mbantuin Pak Prabu dan Pak Dako,”

Serentak Andini dan Aryanti menoleh kearah kaca yang menjadi perantara pandangan antara dapur dan kamar Mang Oyik. Tampak tubuh Lik Marni yang sedang menungging bermandikan keringat, sementara Pak Prabu tak bosan-bosan menikmati pintu belakang wanita bertubuh montok itu. Dari arah depan Dako terlihat begitu menikmati servis lidah Lik Marni yang begitu memanjakan batangnya.

“Oooowwhhh,,, Liiik,,, aku mo ngecrot liiik,, ngecrooot,,,,”

Bukannya menghindar Lik Marni justru semakin mempercepat gerakan mulutnya, dan beberapa detik selanjutnya mata wanita itu melotot, sperma Dako menyemprot kuat, tapi wanita itu berusaha menjaga batang Dako tetap berada dimulutnya.

“Ooowwwhhhh,,, Liiik,,, nikmaaaat bangeeeet,,, ooowwwgghh,,,” Dako menjambak rambut Lik Marni, sesekali memaju mundurkan pantatnya layaknya tengah menyetubuhi mulut wanita itu.

“Tukeran dong Ko,, kayaknya enak banget nyemprot disitu,,,” Pak Prabu melepas batangnya, berpindah kebagian depan. Dako hanya terkekeh, duduk dipinggiran ranjang, mengatur nafas untuk aksi selanjutnya.

“Mamang ngga marah istrinya dipake kaya gitu,,,” tanya Andini penuh keheranan, apalagi batang yang ada dicelana lelaki itu mulai menggelembung melihat aksi istrinya. Mang Oyik mengangkat kedua pundaknya. “Kalo istri saya yang mau, saya mesti gimana lagi,,,”


“Bu Aryanti yang cantik,,, tenang aja, tu anak penurut banget koq,,, cuma ngelakuin apa yang disuruh, jadi ga perlu takut,,,” Sambung Mang Oyik, yang melihat Aryanti mulai kesal dengan ulah Kontet yang berusaha kembali mendapatkan kemaluannya.

“Beneeerr,,, dia ga bakal mintaaa,,, eemmhh,,,mintaa masukin tu batang kan?,,,” tanya Aryanti sambil melirik Kontet yang masih berjongkok seperti anjing yang penurut didepannya.

Mang Oyik mengangguk dengan gaya yang dibuat cool. Membuat Aryanti dan Andini yang masih was-was, tertawa... Cool nggilani...


“Sini Teett,,, tapi pelan-pelan yaaa,,” tangan kanan wanita yang masih digantung birahi itu mengangkat rok depannya, sementara tangan kirinya meraih kepala Kontet, yang dengan cepat menghilang dibalik kain katun itu.

“Ooowwwhhh,,, eeemmmhh,,, tunggu sebentar ya Diiin,,, satu kali ngecrit aja koq,,,” pinta nya pada Andini yang membuang nafas panjang melihat tingkah wanita didepannya.

Tapi geliat nafsu dan birahi selalu berhasil mengenyahkan kesadaran manusia.
Ganasnya permainan lidah Kontet dikemaluan Aryanti, membuat wanita itu harus meletakkan pantatnya keatas meja, dan membuka pahanya lebar-lebar.

Meremas rambut Kontet dengan gemas. Melenguh liar. Sesekali mengangkat pantatnya agar lidah Kontet dapat menjangkau anusnya.

Dan Andini,,, kembali menjepit kedua pahanya saat menyaksikan lidah Kontet menerobos membelah vagina yang basah.

“Maaang,,, tolong bantu teman sayaaa yaaa,,,” pinta Aryanti tiba-tiba. Merasa tidak enak dengan Andini yang hanya melihat kenakalannya.

“Waahhh,,, dari tadi saya juga pengen mbantuin Bu,, tapi si Non geulis nya yang ngga mau,,,” jawab Mang Oyik yang menghulurkan tangan mencoba memegang pundak Andini, tapi segera ditepis gadis itu.

“Ya Udaahh sini,,, minggir dulu Tet,,,” Aryanti beranjak mendekati Andini yang terlihat bingung. Gadis itu memang sudah mengalami beberapa petualangan nakal, tapi keluguannya sebagai seorang gadis remaja membuatnya menjadi agak kikuk.

“Mba Yanti mau ngapain?,,, Emmppphh,,,” mata Andini melotot ketika Aryanti melumat bibirnya. Mengajaknya untuk saling melumat dalam hisapan yang dalam.

“Eeemmmppp,,, mbaaa,,, mbaaa,,,,” Andini mulai ngos-ngosan. Nafasnya tertahan oleh hisapan Aryanti yang cukup lama, hingga akhirnya tautan bibir mereka terlepas.

“Dari tadi aku pengen banget dicium, tapi ngga mau sama mereka,,, hihihii,,, mau lagi?,,,”

Andini yang memang tengah bernafsu mengangguk dengan malu-malu, lalu membuka mulutnya. “Eeemmmpphhh,,,,”

Dan kedua wanita cantik itu kembali saling melumat, tapi kali ini tangan mereka mulai ikut aktif, saling meremas, saling mengagumi keindahan tubuh lawannya. Dan ini adalah pengalaman pertama mereka melakukan hubungan sesama jenis, yang ternyata tidak kalah mendebarkannya.

Kontet yang mematung melihat aksi dua wanita itu terkaget saat tangannya ditoel oleh Mang Oyik. “Ayo Tet, hajaaar,, kamu garap yang muda, biar aku yang muasin Bu Yanti,” bisik Mang Oyik.

Rupanya Mang Oyik sudah cukup lama penasaran dengan keindahan tubuh Aryanti yang lebih matang sebagai seorang wanita. Dengan cepat lelaki itu berjongkok, lalu membenamkan wajahnya dipantat Aryanti.

“Oooowwhhhssss,,, Diiinn,,, punya ku dijilatin lagiii,,, kamu mau jugaaa?,,,”
Andini tidak menjawab, tapi tidak pula menolak saat Kontet menurunkan celana nya.

“Oooowwwhhh,,, mbaaa,,, anus kuuu diciuuumin mbaaa,, dijilaaaat jugaaa,,, Uuuggghhhh,,, geli mbaaa,,, eemmpp,,,” erangan Andini terhenti. Mulutnya dibekap oleh Aryanti.

Gadis muda itu mencoba mengikuti gerakan tangan Aryanti yang menyelusup kedalam kaosnya. “Mbaaa,,, nenen mbaaa,, gedeee,,, kenceeeng,,” seru nya, ketika jari-jarinya berusaha membekap kedua payudara Aryanti.

“ Diniii maauuu?,,,Oooowwhhhss,,, Maaaang,,, itil nyaaa jangaaaan digiiiigitt,, Eeeeengghhh,,,” Aryanti yang ingin menjawab komentar Andini menjerit, bagian mungil yang berada didepan bibir kemaluannya dihisap dengan kuat oleh Mang Oyik, hingga terasa seperti digigit.

“Maaang,, jangan ditusuuuk,,, anusss sayaaa jangan ditusuuuk,, Ooowwgghh,,” Andini balas menjerit saat merasakan jari-jari kontet mencoba menyelusup kepintu belakangnya. Kaki gadis itu sampai berjinjit karena ulah Kontet.

“Oooowwhhh,,, Maang,,,” Andini lagi-lagi menjerit, jari-jari kontet yang besar, beralih menusuk-nusuk liang vaginanya. Pegangann tangannya beralih mencengkram tangan Kontet, tapi cengkraman itu melemah seiring lidah kontet yang kembali menyelusup kedalam anusnya.


“Buuu,,, boleeeh sayaaa tussuuuk jugaaa,” bisik Mang Oyik lembut ditelinga Aryanti.

“kalo tusuk pake tangan boleeh,, tapi kalo dientot,,, saya ngga maaauu,,,”

Mang Oyik menggesek-gesekan batangnya yang sudah mengeras dibelahan pantat Aryanti. Sementara tangannya meremas-remas payudara wanita itu dengan sangat bernafsu.

“Terus batang sayaa,, gimana buuu,,,” nafsu Mang Oyik sudah sampai keubun-ubun, ingin sekali langsung menusukkan batangnya ke pintu vagina basah yang ada didepan batangnya. Apalagi saat itu pantat Aryanti yang membulat, mampu membekap batangnya dengan begitu nikmat. “Buuu,,, saaaya entotin yaaa buuu,,,”

“I,, Iyaa deehh,,,Maaang,,, tapi sebeeentar aj,,, Ooowwhh Gilaaaa,, itu bataang monster,,” gerakan tangan Aryanti yang sudah memegang batang Mang Oyik terhenti, tidak lain akibat ulah Kontet didepannya yang ikut-ikutan mengeluarkan penis dari balik celana.

Sejak awal Aryanti yakin Kontet memiliki batang yang besar, tapi tidak menyangka jika sebesar seperti yang tengah dilihatnya. Aryanti merinding, Yaaa,, batang itu lebih besar dari milik Arga yang sangat dibanggakannya.

Kontet berdiri, memeluk Andini dari belakang, dan batang monster itu kini tegak mengacung disela-sela paha Andini.

“Mang Oyyyiiik,,, masukiinn ke tempat Andini ajaa yaaa,,, kasiaan diaa kalo dimasuukin batang sebesar ituuu,,,” ucap Aryanti, melepas batang Mang Oyik yang ada dalam genggamannya.

“Tapi buu,,,”

“Stsstsss,,, jangan ngebantaah,,, punya Andini juga enak koq,, malah lebih sempit lhoo,,” terang Aryanti. Lalu menarik Kontet untuk bertukar.

“Gilaaa,,,” hanya itu yang keluar dari bibir Andini, saat menyadari batang yang tengah menggesek-gesek selangkangannya ternyata memiliki ukuran luar biasa.

“Ooowwhh,,, Maaaang,,, kenapaaa, dimasukiiiin,,,” Andini menjerit, meski cukup pelan, tapi penetrasi batang Mang Oyik yang tidak disadarinya membuat gadis itu terpekik kaget.

“Nooon geuliss,, nikmatin ajaa,, saya lembut koq mainnya,,,”


Sementara Aryanti mendorong tubuh Kontet kedinding, tangannya dengan terampil meremas dan menggosok batang yang berdiri tegak mengacung.

“Teeett,,,, ni batang udaaah masuk kemana ajaaa,,,” tanya Aryanti, sambil mengoosok kepala jamur yang besar kebibir kemaluannya.

“Cuma ke istri saya bu,, soalnya Mang Oyik ngga pernah ngizinin saya nyicipin bininya,, katanya takut memek Lik Marni ndower,,,”

“Hihihiii,,, kamu ini ada-ada aja,,, tapi kalo ketempat saya bisa ngga yaaa,,, Ooowwhhsss,, Teeett,,, liaaat,, bibirnya sampai ndoweeer gituuu,,,” bibir Aryanti mengoceh, mengomentari pintu vaginanya yang dipaksa menganga saat disundul jamur besar, hingga membuat bibir vaginanya menyeruak keluar.

“Eeeiittsss,,, jaaangaaan ditusuuuuk Teeet,,,” Aryanti memundurkan pinggulnya saat menyadari Kontet ingin melakukan tusukan. Entah kenapa wanita itu terlihat ragu-ragu untuk melakukan persetubuhan. Ada rasa ngeri jika kemaluannya harus melumat batang sebesar itu. Ada rasa takut jika Arga sampai mengetahui kenakalannya.

“Gosok-gosok didepan aja yaa Tettt,,,” bisiknya, lalu menjepit batang Kontet dengan pahanya, pinggul dan pantatnya mulai bergerak, memainkan batang besar yang menggesek-gesek bibir vaginanya.

“Uuuuggghh,,, gini juga enaaaakkan?,,,”

“Iyaaa buuu,, tapiii memeeek ibuuu lebiiiihh enaaak kalooo buat ngetoot,,,”

Telinga Aryanti terasa panas mendangar komentar nakal Kontet. Apalagi pemuda gempal itu mulai menunjukkan powernya sebagai seorang lelaki. Tangannya yang besar mengangkat rok Aryanti lebih tinggi lalu mencengkram pinggulnya dengan kuat, sementara batangnya semakin cepat menggesek-gesek selangkangan Aryanti.

“Ooowwwhhh,,, Maaang,,,, saaaaya maauuu keluaaaar,,,” terdengar rintihan Andini yang setengah membungkuk, menikmati aksi Mang Oyik yang menyetubuhi kemaluannya dari belakang.

Dengan cepat Mang Oyik melempas kan batangnya, menarik tubuh mungil Andini berbaring keatas meja, lalu dengan rakusnya lelaki itu melumat, menghisap, mengunyah kemaluan Andini dengan rakusnya.

“Maaanng,,, ooowwhh,,, isap teruuuss,, Aaahhhkkkss,,,” pinggul gadis itu terangkat tinggi, dengan bibir vagina yang menghambur kelenjar bening, membasahi wajah Mang Oyik yang tertawa puas, mampu menaklukkan mangsanya. Lalu berdiri lagi bersiap kembali memasukkan batangnya kekemaluan gadis bertubuh mungil itu.

“Buuu,,, saaayaaa masuuukiiin ya buu,,,” Kontet sudah tak mampu lagi menahan hasratnya, memutar tubuh, menyandarkan tubuh Aryanti kedinding.

“Teeet,,, aku ngga maaau dimasuuukiiin,,,” lenguh Aryanti, matanya menatap sendu kemata Kontet yang terlihat beringas diumbar nafsu, tiba-tiba tenaga Aryanti terasa menghilang, tak mampu menolak kehendak tangan kontet yang membuka kakinya lebih mengangkang.

“Konteeeet,,,uuugghhh,,,”
“Aaahhssss,,, ga bakal bisa massuuuk,, jangaaan teeet,,,”

Bibir Aryanti mendesah, merintih, saat batang besar itu mencoba memasuki alat senggamanya. Tapi berkali-kali meleset keluar, membuat wanita itu melenguh.


“Weeeiiittsssss,,,, Woleeess brooo,,,” tiba-tiba terdengar suara lelaki dari arah pintu, yang dengat cepat menarik tubuh Kontet menjauh dari tubuh Aryanti.

Sementara lelaki satunya mendorong tubuh Mang Oyik menjauh dari tubuh Andini.

“Sorry ya Mang,, kita emang berterimakasih banget diizinin nyicipin istri Mamang,, tapi kalo mau minta imbalan yang kaya gini ya jangan dong,,,hehee,,” ucap lelaki yang ternyata Dako.

“Hehehee, iyaa,, maaf banget yaa mang,,, istri ponakan saya ini emang masih lugu,, jadi kalo mau minta ya mesti izin sama suaminya dulu,,,” timpal Pak Prabu yang mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu.

“Mamang coba aja nyicipin cewek-cewek yang ada diwarung remang-remang pinggir jalan dekat sini, kemarin saya liat banyak koq yang barangnya masih bagus-bagus.,” lanjutnya, lalu memapah Andini yang masih terkaget, turun dari meja.

“Ehh,, iya,, maaf Gan,, kami kebawa suasana, tadi cuma disuruh ngebantuin malah kebablasan,,” Mang Oyik tampak cengengesan.

Rupanya Pak Prabu tidak ingin apa yang terjadi pada istrinya terulang, apalagi pada istri ponakannya yang masih terbilang belia untuk wanita yang sudah menikah. “Ya sudah,, ngga apa-apa,, ni ambil aja,,” ucapnya lalu beranjak keluar sambil menggandeng Andini, diiringi Dako dan Aryanti.

“Mang,,, aku ngga tahan nih,,, pinjam istri Mamang yaa,,,” seru Kontet, lalu berlari menuju kamar Mang Oyik. Mengagetkan Lik Marni yang masih bugil, tersenyum-senyum sendiri setelah melayani Pak Prabu dan Dako.

“Teeet,, mau ngapain,, eehh,,, Teett,,, batangmu,,, Gilaaaa,,, Aaaauugghh,,,, Bapakeee,, aku dientotin Konteeeet,,, Aaaauuuwww,,, pelan-pelan bego,n Oooowwgghhh,,” Lik Marni menjerit histeris, tubuh bugilnya diterjang Kontet, yang langsung memaksa membenamkan batang besar kekemaluannya.

“Asseeeem,,, Teeett,,, Woooyyy,,, kurang ajar tu bocah,,,” Mang Oyik yang asik menghitung uang ditangannya kaget dengan gerak cepat Kontet yang menyerbu masuk kekamarnya. Mang Oyik kelabakan mencari celana yang ternyata nyampir diatas kompor gas.

“Teeet,,, buka pintunya,,, Wooyyy,,, Edan ni anak,,,” Mang Oyik menggedor-gedor pintu yang ternyata sempat dikunci oleh Kontet. “Duuuh,,, bakal bonyok dah tu memek,,” dengusnya, meratapi nasib istrinya dari kaca dapur, yang tengah merem melek menahan gempuran Kontet.



“Kamu ngapain sih Yan,, jangan kaya wanita murahan gitu lahh,,” bisik Dako pelan, dari nada suaranya tersirat perasaan tidak suka atas apa yang dilakukan Aryanti.

“Kamu itu yang kenapa?,,, habis ngegarap bini orang, terus marah-marah, dan sekarang bilang aku wanita murahan,,,” suara Aryanti meninggi. Emosinya tersulut. Memang Dako sudah menyelamatkannya dari persetubuhan yang liar. Tapi kata-kata yang diucapkan lelaki itu membuat telinganya panas.

Dako terdiam, menyesali apa yang diucapkannya, dirinya juga tidak tau bagaimana bisa hatinya tidak bisa menerima jika Aryanti diperlakukan seperti itu.

“Yaan,, Yantii,, maksudku bukan seperti itu,,, maaf Yan,,” Dako berusaha mengejar Aryanti yang berlari kekamarnya dengan cepat.

“Yant,,, dengar dulu,,,” cegah Dako, saat Aryanti ingin menutup pintunya.

“Mau apalagi,, masih kurang?,,, masih mau nunjukin keegoisan para lelaki lagi?,,,”

Dako tidak menjawab, tapi mendorong pintu lebi kuat dan masuk kekamar Aryanti.

“Coba jawab dengan jujur, istri siapa aja yang sudah kamu cicipin?,,, dan sekarang kamu dengan gaya pahlawan mencoba ‘menyelamatkan’ aku dari lelaki lain?,,”

“Tadi malam,, tadi malaam ingat?,,, saat kamu tertawa menggarap tubuhku dengan Pak Prabu?,,, benar-benar menjadikanku seperti wanita murahan,,, dan sekaraang?,,, Dasar cowok MUNAFIK,,”

“YANTII!!!,,, aku bukan cowok munafik, ITU KARENA AKU SAYANG SAMA KAMU?,,”

Deeeg..
Aryanti terdiam, gendang telingannya seperti ditepuk kalimat tak lazim, coba menafsirkan kata-kata yang diucapkan Dako.

Dan Dako,,, Kakinya lemah menuju kasur,,, lalu menghempas tubuhnya dengan pikiran kacau. Termenung,,, bagaimana bisa kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya,, benarkah iya menyayangi wanita yang kini ada dihadapannya?..

“Keluarlah,,, aku ingin istirahat,,” ucap Aryanti pelan, tangannya membukakan pintu.

Dako menghembus nafas dengan berat, melangkah gontai, tepat didepan pintu langkahnya terhenti, menatap Aryanti yang menitikkan air mata..

“Maaf,, aku tidak mengerti apa yang kurasakan saat ini,, Maaf,,,” ucapnya. Lalu berbalik, keluar kamar.

“Dako,,,” Aryanti mengejar lelaki yang tengah berjalan diselasar depan kamar. Tanpa diduga wanita itu melumat bibir Dako. Memberikan ciuman yang dirasakan Dako kali ini sedikit berbeda.

“Kamu mau menemani ku istirahat?,,,” suara Aryanti terdengar kikuk, namun berusaha tersenyum lembut.

“Tapi kamuu?,,,”

“Hanya istirahat,, tidak yang lain koq,, badanku capek banget,,,” Aryanti mencoba tersenyum diantara air mata yang mengalir.

Dako mengikuti langkah Aryanti yang menggandeng tangannya.

Membaringkan tubuhnya disamping Aryanti yang kemudian memeluk tubuhnya erat. Melabuhkan ciuman yang lembut,, sangat lembut.

“Dako,,, aku ngga mau ada rasa itu diantara kita, karena pasti akan sangat menyakitkan bagi pasangan kita,,,” ucapnya lirih,, lalu membenamkan wajah yang dibasahi oleh air mata dipelukan Dako.

Dako coba merengkuh tubuh wanita yang setengah menindih tubuhnya, suasana menjadi kaku, jari-jarinya coba menyisir rambut Aryanti, dengan pikiran yang melayang, mencoba mencari tau perasaan hatinya yang terasa begitu asing.

Masih terlintas dipelupuk matanya, saat menangkap binar gembira istrinya, ketika Arga meminta izin padanya untuk mengajak Zuraida jalan-jalan dipantai.

Tak ada yang tau, dibalik sikap urakan, selalu tertawa cengengsan, dan sifat cueknya, lelaki itu ternyata memendam rasa perih dihati yang mendalam. Meski telah mempersiapkan dirinya sedemikan rupa, tapi apa yang disaksikan oleh mata ternyata lebih menyakitkan.

Semua yang diucapkannya pada Arga saat dipantai tidak lebih dari usahanya untuk membuktikan semua

Bertahun-tahun mencinta wanita yang menyimpan rasa terhadap lelaki lain.

“Yaant,,,Seandainya,,,”

“Ststssss,,, tenangkan hatimu,,, Trust me,, All is well,,,” bisik Aryanti, seolah bisa membaca pikiran lelaki itu.

Aryanti beringsut menaiki tubuh Dako, meletakkan kepalanya didada lelaki itu, memejamkan mata, mencoba mencari ketenangan untuk dirinya sendiri. Lalu mencoba untuk terlelap dalam dekapan insan yang tengah terluka, dan mencoba melarikan hati pada dirinya.


* * *
“Waaahh,,, udah jauh juga kita jalan,,,” celetuk Arga, saat mereka melewati tempat game tadi pagi, tempat yang mungkin tak akan pernah mereka lupakan. “Masih pengen jalan terus?,,,”

“Ayoo,,,siapa takut, tapi jangan cepat-cepat, santai aja,,,”

“Owwhh Sorry,, aku kecepatan ya,,, Kata Mang Oyik ni pantai dipisah oleh tebing karang itu,,,”

“Ngga terlalu capek sih, tapi belahan rok ini terlalu sempit,,, biar aku buka sedikit,,,”

Kreeek,,, kreeek,,,
Zuraida merobek belahan rok nya hingga kelutut, membuat kakinya lebih mudah melangkah.

“Waduuuhh,,, ngga sayang roknya dirobek,,,”

Tapi Zuraida hanya tersenyum, lalu menarik tangan Arga untuk kembali berjalan. Keduanya melangkah pelan beiringan, layaknya dua remaja yang tengah dimabuk asmara.

“Gaa,, tadi Dako sempat marah padaku,,,”

“Kenapa? Memang sih,, yang kita lakukan saat game tadi memang kelewatan? Tapi bukankah dia melakukan hal yang sama pada Aryanti?,,,”

“Ngga tau,,, mungkin dia marah karena aku membiarkanmu membuang didalam,,,”
Jawab Zuraida lemah.

Arga terdiam mencoba memahami reaksi emosi Dako yang membuatnya bingung, disatu sisi sahabatnya itu terus menggoda kelalakiannya untuk menaklukkan istrinya, tapi setelah semua terjadi justru mengumbar emosi. “Ku kira hatimu seperti batu, Ternyata kau masih menyimpan rasa cemburu,,,” bisik hati Arga, sambil tersenyum menggeleng-gelengkan kepala. Hati sahabatnya ternyata tidak berbeda jauh dengan dirinya.

“Kenapa? Koq malah senyum-senyum sendiri,,”

“Ehh,,, ngga apa-apa,,, Emm,, Apa kamu benar-benar dalam masa subur,,,”

Zuraida mengangguk, tersenyum kecut, “Kami memang tidak pernah menggunakan kontrasepsi, Dako sudah sangat ingin memiliki anak,” terang Zuraida.

Arga manggut-manggut. Berbeda dengan dirinya dan Aryanti, yang sepakat menggunakan kontrasepsi implant. Aryanti terpaksa menunda kehamilannya dengan alasan karir, dan Arga cuma bisa mengangguk setuju.

Tangan Arga tak lagi menggandeng Zuraida, tapi beralih memeluk pundak dokter cantik itu. Tak ada lagi kata-kata yang terucap, masing-masing sibuk dengan lamunannya, pikiran mereka dipenuhi oleh segala keterbatasan yang memagari hubungan rasa dan hati mereka yang terlarang.

Melebihi tingginya tebing karang yang memisahkan bibir pantai, yang tak terasa kini berada tepat didepan mereka.

“Berani menyebrang kesebelah sana?,,,” tantang Arga sambil menunjuk celah tebing. “Kalo sore celah itu hilang, tertutup air pasang,,, Berani?,,,”

“Ngga ahhh,,, takut ngga bisa balik,,,”

“apa kamu tidak percaya padaku?,,,” kata-kata Arga berubah menjadi serius.

Zuraida terdiam, bingung dengan sikap Arga, mencoba membaca apa yang diingin oleh lelaki yang memeluk pundaknya erat.

“Aku percaya padamu,,, Ayoo,,” jawab Zuraida sambil tersenyum.


“Waaaahhh,,,, disini pasirnya lebih putih dan lembut,,, koq bisa sih,, padahal kan cuma terpisah beberapa meter,,,” seru Zuraida, ketika mereka berhasil melewati celah karang yang cukup sempit itu.

Wanita bertubuh semampai itu berlari, menyusuri pasir yang masih menyisakan riak ombak yang baru saja menyapa. Arga tertawa melihat tingkah Zuraida, yang sedang menampilkan sisi childish nya.

Ujung kaki Zuraida terlihat sibuk mengukir sesuatu diatas pasir, “ARGA JELEK”,,,

“Hahahaaa,,, Biariiinnn,,, yang penting disayang Zee,,,” teriak lelaki itu sambil tertawa, lalu duduk diatas pasir. Membiarkan sang betina yang tengah menikmati panorama pantai pasir putih yang memang sangat jarang ditemui.

Zuraida membentang kedua tangannya, seakan memasrahkan tubuhnya pada angin yang menjilati tubuhnya dengan sapuan yang lembut. Jilbabnya berkibar menari-nari mengikuti irama alam yang begitu tenang dan sepi, sangat sepi, jauh dari jamahan keserakahan anak manusia.

Zuraida berjalan menghampiri Arga, matanya menyapu setiap sisi pantai, seolah mencari tau, lalu berbalik menatap Arga, dengan senyum yang terlihat genit, perlahan wanita itu melepas kain yang menutup kepalanya.

Arga tertawa, mencoba memaklumi kebebasan yang tengah dinikmati wanita yang dulu terpaksa ditinggalkannya demi seorang sahabat.

Bibir Arga berdecak kagum, saat rambut Zuraida yang panjang terurai tertiup angin, kecantikan seorang Zuraida terlihat begitu nyata, bibir tipisnya yang tersenyum tak mampu menutupi wajah yang tersipu malu. Entah apa yang ada dipikiran wanita yang kini berdiri sekitar 10 meter dari tempat nya duduk.

“Zeee,,, apa kau ingin?,,, owwhh Zee,,,” suara Arga begitu pelan, seolah bertanya pada dirinya sendiri. Matanya tak berkedip saat tangan Zuraida mengangkat kaosnya keatas, menayang sesosok tubuh yang putih mulus, sepasang payudara yang tampak ranum dan kencang menghias sempurna, mengokohkan keindahan tubuh dokter cantik itu.

“Cukup,,, Zeee,,, cukuuuup,,, kau bisa membuatku memperkosamu,,, Owwwhh,,, Shiiitt,,,” gumam Arga pelan dengan suara tercekat, nafsunya bergemuruh seiring rok hitam yang dibiarkan jatuh kepasir, menayang sosok wanita seksi yang sedang bertingkah layaknya seorang model. Bibirnya tersenyum nakal.

Dengan genitnya, telunjuk Zuraida bergerak seolah memanggil Arga. “Apa kau ingin membiarkan gadis cantik ini berenang sendiri?,,,” seru Zuraida.

“Hahahaa,,, jangan salahkan aku jika nanti kau kuperkosa,,, hahahaa,,,” teriak Arga, melapas kaosnya, lalu mengejar Zuraida yang berlari kegolongan ombak kecil yang menyambut tubuh mulusnya.

“Kyaaaa,,, Arggaaaa,,, ummpphh,,,” Zuraida berteriak kencang saat tubuhnya dipeluk Arga dari belakang, keduanya berguling di air gelombang yang kembali kelaut.

“Gaaa,, akuuu ga bisaaa berenaaang,,, Aaargaaa,, ummbbllbb,, ugghh,,” Zuraida tersedak, terminum air laut yang asin. Tangannya memegang tubuh sang pejantan dengan erat, mencari perlindungan.

“Hahahaa,, tenang sayang,,, kamu baik-baik saja,,,” ucap Arga, sambil membantu kaki Zuraida menapak lebih kuat.

“Kamu jahaaat,, aku sampai keminum air,,, asin bangeeet”

“Hhhmm,,, maaf yaa,,,” jemari Arga menyibak rambut yang menutup mata indah wanita, yang mempercayakan tubuhnya sepenuhnya pada dekapan erat tangan Arga.

“Gaa,,, akuu,,, emmpphh,,,” kalimat Zuraida terputus oleh kecupan bibirnya. Mata mereka bertemu, saling menatap, mencoba mencari cinta yang tersisa dibola mata Arga.

Arga kembali mendekatkan bibirnya, untuk mengulangi pertemu bibir yang terasa hangat, yang perlahan menjadi lumatan yang lembut.

Lidah sang pejantan mencoba mengundang lidah lembut si betina untuk bertandang dirongga mulut yang hangat, sesaat daging lembut itu menyapa bibir Arga, lalu dengan malu-malu mencoba mengejar lidah sang pejantan yang menggelitik menggoda.

Saling memberi dan menerima, saling membelit dan menggelitik, saling bertukar ludah seperti yang diminta oleh pasangannya. Ciuman yang begitu cepat berubah menjadi panas sekaligus terasa begitu menghanyutkan.

Hingga membuat nafas kedua nya terengah-engah, dan sepakat untuk rehat, mencari oksigen yang terasa begitu langka disekitar mereka.

Zuraida tersenyum, lalu membuka mulutnya, memberi sinyal kepada Arga untuk mencoba bertualang dimulutnya yang menjanjikan kehangatan lebih dari apa yang diinginkan lelaki itu.

Sebagaimana lidah mereka yang begitu kompak menari berkejaran. Tangan keduanya pun mencoba menari diatas kulit lawannya yang basah. Dengan malu-malu tangan Zuraida mencoba mengikuti geliat tangan Arga yang berselancar diatas tubuhnya.

Wanita itu hampir tertawa, saat tangannya mencoba meremas pantat Arga yang berotot, sebagaimana jari-jari Arga yang meremasi pantatnya.

Namun canda yang tercipta diantara mereka mulai surut seiring anggukan Zuraida yang mengizinkan jari-jari Arga menyapa bibir kemaluan, mengusap lembut lipatan yang begitu sensitif, lalu perlahan menyelusup kedalam belahan senggama yang mulai basah.

Dengan mulut terus saling melumat, Arga menganggukkan kepalanya, memberi izin serupa pada jari-jari lentik yang begitu ingin mengenali perkakas alat kawin sang pejantan. Jantung Zuraida berdegub kencang ketika kedua tangannya menggenggam batang besar yang sudah mengeras.

Mata Zuraida terpejam, meremas lembut batang yang ada digenggamannya, saraf-saraf ditangannya dengan begitu jelas menyatakan keperkasaan batang yang dimiliki Arga.

“Gaaa,,,” ucap Zuraida pelan, saat Arga membopong tubuh telanjangnya ketepi pantai.
Membaringkannya diatas hamparan pasir putih.

Jemarinya yang lentik mengusap pipi lelaki yang kini sudah menindih tubuhnya, perlahan mengucap putingnya yang sudah mengeras.

Tak ada lagi kata yang terucap selain lenguhan pelan dari bibir si wanita yang mengusapi rambut lelaki yang tengah bertualang dikedua payudaranya. Suatu pemasrahan diri kepada sang kekasih, dibalut rasa cinta yang terpendam sekian tahun, yang seketika kembali tersulut dalam hitungan nafas.

Sepasang mata penuh cinta kembali bertemu, saling meminta dan dipinta untuk babak percitaan selanjutnya.

Zuraida mengangguk, meng-amini segala kehendak sang pejantan yang juga dituntut oleh hatinya yang penuh gairah, seiring kain kecil yang perlahan turun menayang gundukan mungil yang terbelah menjadi dua.

Wanita cantik itu membuang pandangannya kesamping ketika si lelaki merentang kedua pahanya. Wajahnya memerah saat lantun kekaguman mengalir dari bibir.

“Zee,,, milikmu indah,,, cantik,,,”
Jari-jari pejantan mengusap lembut, sesekali mencoba menguak gundukan daging yang berisi kismis dengan warna merah muda, begitu bersih, begitu terawat. Dirembesi cairan cinta yang mencoba membasahi sisi-sisi yang dengan cepat menjadi mengkilat.

“Uuuuhhhssss,,, Saayaaaaang,,,”
Sapuan lidah yang lembut, berusaha menyambut tetesan bening yang telah sampai diujung aliran sungai. Memaksa bibir si betina melantun kan lagu nirwana,

Alunan rintihan semakin nyaring terdengar seiring kerakusan lidah sang pejantan yang tak sabar menunggu tetes cinta, mencoba menguak dasar mata air, dan menyeruput dalam hisapan yang penuh hasrat.

“Argaaaa,,, Emmmpphhh,,,” wanita itu mengatup bibirnya, mencoba menyembunyikan nafsu yang menguasai tubuh yang telah polos sepenuhnya. Tapi sungguh itu suatu usaha yang sia-sia. Saraf-saraf ditubuh wanita itu bekerja dengan sempurna menyampai pesan keotak akan rangsangan yang mendera.

“Ooooowwwwhhhssss, Saaayaaaang,,, Stooopss,,, Aaakkhhsss,,,

Nafas menderu, terengah-engah menerima orgasme yang begitu saja mendera, diproklamirkan oleh cairan bening yang mengalir deras dicelah kemaluan yang masih dicumbu lidah yang semakin basah.

Pantat dan paha wanita itu terangkat tinggi, mengejat berkali-kali hingga akhirnya kembali jatuh kembali bumi seiring kesadaran yang berusaha menyapa hasrat yang terhempas, begitu terpuaskan oleh layanan sang lelaki.

“Argaa,,, apa kamu mauu,,,” Zuraida tak menyelesaikan kata-katanya saat melihat penis Arga yang mengeras sempurna. Merentang kedua kakinya, memberi tempat pada yang terkasih untuk mengayuh bagian tubuh terdalamnya.

“Peluk akuu,,” rengek Zuraida begitu manja, tangannya meraih leher Arga dan menyambutnya dengan ciuman yang begitu mesra.

“Sudah siap?,,,” tanya Arga dengan wajah jenaka.

“Siaaap,,,”
“Eenghh,,, pelaaaann,,”
“Gaa,, geli bangeeet,, uuhhhsss,,, duuuhhh,, dalaam bangeet sihh masuknyaaa,,,”
“Udaaahh,,, nyampee beluuumm,,”
Bibir Zuraida terus berceloteh, entah untuk menghilangkan rasa malu, entah tengah menikmati penetrasi yang dilakukan dengan perlahan.
“Uuugghh,, mentook,, daleeem bangeeet,,, Gaa,,”

Arga tersenyum, “Aku tidak menyangka, vaginamu yang mungil ini bisa menampung seluruh panjang batangku,,,,, hangat banget didalam,,, licin,, lembut,, tapi lorongnya mencengkram banget,,”

“Iiiihh,, apaan sih,, ga usah dikomentarin gitu dong,,, tapi punyamu emang panjang banget,,, aku ga pernah ditusuk sampe sedalam ini,,, aku juga bisa merasakan otot-otot dari batangmu,,, kerasa banget,, bikin gelii,,,” ucap Zuraida sambil menyampirkan kedua kakinya diatas paha Arga. Mengokohkan posisi batang didalam kemaluannya.

“Lhooo,, katanya ngga boleh ngomentarin,,, ehh,, kalo sambil meremas ini bolehkan?,, habisnya kenyal banget,, apalagi,,,”

“Sayaaang,,Kita mau ngobrol atau mau apa sih ini,,, punyaaaku,, punyaakuu,,” Zuraida mulai menggeliat, menikmati ulah Arga yang memanjakan kedua payudaranya, sementara lorong vaginanya penuh dijejali batang si pejantan.

“Punyamu mulai gatal?,, pengen digaruk seperti ini?,,” sambut Arga, perlahan menggerakkan batangnya, menikmati setiap inci dekapan daging lembut milik seorang wanita yang setiap hari mengenakan jilbab.

“Eeeenghh,, iyaa,,, Eeeuuuhhhss,,,”
“Gaaa,, punya mu besar bangeeet,,,” rintih wanita itu, Arga yang mengangkat tubuh memberi Zuraida kesempatan untuk melihat langsung bagaimana alat senggama mereka bertemu.

Menghilangnya batang besar kedalam bibir kemaluan yang mungil menjadi pemandangan yang penuh sensasi bagi keduanya. Tanpa bisa dicegah tubuh keduanya bergerak semakin cepat. Mencari kenikmatan yang ditawarkan.

“Oooowwhhh,,, Argaaa,,, akuuu keluaaarrr,,,” vagina Zuraida berkedut, tubuhnya mengejang, memeluk tubuh Arga dengan kuat.

“Zeee,,, aku jugaaa,,,, aku jugaaa mauu keluaarrr,, emmpphh,,,”

Seketika wajah Zuraida yang masih menikmati sensasi orgasme terlonjak kaget. “Gaa,, please,, jangaaan dikeluariin didaalaaam,,,oowwhhh,,, kumohooon jangaaaann,, Aaagghh,,,”

Payudara Zuraida bergerak liar seiring hujaman batang yang semakin cepat menggempur selangkangannya. Matanya memohon pengertian Arga.

“Aaaagghhh,,,Zeee,, akuuu ingiiin didaaaalam tubuuuhmuuu,, akuuu,,,”

“Jaaangaaan Gaaa,, kumoohoooonnn,,,”

“Aaaaakkkhhssss,,, Ooowwhhh,,,Ooowwhhh,,,,” seketika semprotan sperma menghambur diatas perut yang mulus, beberapa menyapa leher dan dagu si cantik yang terengah-engah.

“Maaf Gaa,, maaf,,, aku pun ingin cairan cintamu memenuhi rahimku,, sangat ingin,, tapi itu tidak mungkin,,,” didasar hatinyah, wanita itu ingin memberikan kesempurnaan dalam persetubuhan, menyediakan tubuhnya untuk menerima hasrat lelaki yang yang dicintainya. Tapi secuil kesadaran coba mengingatkan status mereka. Dan akibat fatal yang bisa saja terjadi.

“Tidak apa-apa?,,, inipun sudah luar biasa banget,,, lebih joss dan nikmat dibanding saat kita melakukannya sambil berlari tadi?,,,”

“Ihhh,, Argaaa,,” Zuraida mencubit pinggang Arga, saat lelaki itu membalikkan tubuh mereka, lalu memeluk Zuraida yang kini berada diatas, membiarkan tubuhnya dibawah tindihan penuh kasih sayang.

“Kapan ya kita bisa-jalan-jalan seperti ini lagi?,,,” celetuk Arga tiba-tiba.

Arga menarik tangan Zuraida, lalu mengecup punggung jari-jari yang lentik, tapi sesaat kemudian geraknya terhenti ketika secara tidak sengaja pandangannya terbentur cincin pernikahan yang menghias jari manis Zuraida.

“Mungkin ini untuk yang terakhir kali,,” Jawab Zuraida, lirih. Sebuah pertanyaan yang saat itu sangat tidak ingin didengar oleh telinganya.

“Maaf,,,, Zee,,,”

Namun terlambat, mata indah wanita itu perlahan dialiri air mata. Bola matanya yang bening menatap wajah Arga, berusaha menyampaikan pesan tentang kepedihan hati yang kini mendera.

Lalu membenamkan kepalanya di leher Arga dengan pelukan yang begitu erat. Air mata mengalir semakin deras, menumpah segala beban cinta yang tak pernah mampu mengalir dengan sempurna.

Arga mengusap lembut rambut basah Zuraida yang mulai mengering.

Sayang... Ini Hanya Sebuah Permainan - Misteri Hati (Bagian 1)

Misteri Hati


Bagian 1


“Wooyy,,, Ga,,, tu bini orang mau diculik kemana ,” teriak Adit, yang sedang duduk santai di gazebo bersama Bu Sofie dan Aida.

Arga menoleh kesumber suara, lalu melambaikan tangannya sambil tertawa. Disampingnya berjalan Zuraida yang terlihat begitu feminim, jilbab hijau muda, dipadu dengan kaos lengan panjang dengan warna senada, sementara rok hitam panjang yang menutup hingga kemata kaki melekat cukup ketat, membungkus kaki jenjang yang berujung pada paha dan pinggul yang aduhai.

“Memangnya kau mau mengajak ku kemana?,,,”

“Ngga ada tujuan pasti, cuma ingin jalan-jalan bersamamu,,, tenang aja, kan tadi udah izin ama Dako,, kamu ngga capek kan?,,,” Arga balik bertanya sambil memandangi wajah Zuraida yang tampak tersenyum malu-malu layaknya gadis SMA yang pertama kali diajak kencan.

“Capek sih,, tapi ngga apa-apa, aku juga ingin jalan-jalan,,” Bibir tipis Zuraida yang bergerak menjawab pertanyaan, tak lepas dari pandangan Arga.

“Kamu cantik banget,,, lebih cantik dibanding saat kuliah dulu, kau yang sekarang terlihat lebih matang sebagai seorang wanita,,,”

“Kalo cantik kan emang dari dulu, hehehee,,, kalo matang,,, emmhh,, mungkin proses hidup,,,” Zuraida yang berjalan sambil melipat tangan didepan dada, segera menurunkan tangannya, saat melihat mata Arga yang memandangi payudaranya yang membusung.

“Mateng banget,,,hehehee,,”

“Iiihh,,, dasar cowok mesum, pikirannya ngga pernah jauh dari situ,,,hahahaahaa,,,” Zuraida tertawa sambil menggelng-gelengkan kepala.

“Ya maklumlah,, aku masih normal,, Aki-aki aja banyak yang masih doyan ama begituan,,,”

Zuraida menyambut tangan Arga yang perlahan menggamit jemari lentiknya. Berjalan bergandengan menyusuri bibir pantai. Sesekali kaki mereka disapa oleh ombak yang datang menghampiri.

“Hahaha,,,, emang bisa apa kalo udah jadi aki-aki,,,”

“Lhoo,, jangan salah,,, seorang cowok, selama tangannya masih bisa mengangkat ember penuh air, ya hasrat dan pikirannya ga bisa jauh ama yang begituan,, apalagi kalo ceweknya cantik seperti kamu,,,”

“Hahahahaa,,, macam-macam ajaa,,,”


* * *
“Iiiihhh,,, duduknya geseran kesana dikit dong,,,” keluh Sintya sambil mendorong tubuh Munaf.

“Geser kemana lagi,, emang tempat nya sempit gini?,,” jawab Munaf, sambil menarik tubuhnya kesamping, bersandar pada pintu mobil pick up, sementara Mang Oyik hanya bisa tertawa melihat tingkah gadis disampingnya.

Sintya merengut, bibirnya manyun, wanita yang tidak terbiasa dengan angkutan darurat itu terlihat begitu gelisah, apalagi tatapan mata Mang Oyik yang berulangkali menyatroni pahanya yang terbuka.

“Ngapain sih Pak Prabu pake suruh aku ikut segala,” sungutnya, tangannya berusaha menarik roknya lebih kebawah, berharap bisa lebih menutupi pahanya yang mulus.

Munaf berusaha menahan tawa, wajahnya dipalingkan kearah jendela. Yaa,,, Munaflah dalang dari kesialan Sintya yang siang itu diminta Pak Prabu untuk menemani Munaf dan Mang Oyik ke pasar, dekat kantor kecamatan.

Sebenarnya pemandangan hamparan padi yang menghijau disepanjang jalan yang mereka lewati cukup menarik bagi orang-orang perkotaan seperti mereka, khususnya bagi Sintya. Tapi jangankan menikmati pemandangan, untuk duduk dengan tenang saja gadis itu terlihat kerepotan.

Pundak Munaf yang berada didepannya, berkali-kali mengambil kesempatan dengan menggesek-gesek bongkahan payudara Sintya. Sementara tangan Mang Oyik begitu terampil memainkan jari-jarinya saat memindah persneling yang berada tepat disamping Paha wanita itu.

“Pak,,, bapak mundur kebelakang dikit,,” pinta Sintya. Lalu memajukan badannya kedepan, menurutnya posisi ini mungkin lebih baik untuk tempat sesempit itu.

Tapi, Munaf yang menarik lengannya kebelakang, dengan iseng justru meletakkan telapak tangannya dipundak Sintya.

“Iiiihhh,,, bapak ini, tangannya bisa nyamper di jok kan?,,,”

“Disini?,,,” jawab Munaf seraya menurunkan tangan kepantat Sintya.

“Keatas sanderan Joooook,,,,” suara Sintya meninggi, tak mampu lagi menahan emosinya.

“Hahahaa,,,, ihh,,, galak banget sih,,, padahal tadi bapak lihat ikhlas banget waktu dimasukin itunya sama si Adit,” ucap Munaf sambil tertawa.

“Yaaa,,, terserah saya dong,,, lagian itukan kondisi yang memaksa,,,” Sintya mencoba berkelit.

“Sama dong dengan sekarang,,, kondisinya maksa banget nih Sint,,,”

“Berani megang,,, saya tonjok lho Pak,,,”

“Hahahaahaa,,, iya Nooon,,, iyaaa,,,”

“Dah nyampe Pak?,,, tu mini marketnya,,,” seru Mang Oyik, memotong tawa Munaf, sekaligus memecah tensi Sintya yang sedang memuncak.

Munaf keluar, menuju mini market, tapi berbalik lagi kearah pick up. “Mang,,, mamang aja deh yang beli,, Ni duitnya Mang,,, Dji Sam Soe, dua selop,,,”

“Siap Den,,,” jawab Mang Oyik, lalu bergegas menuju mini market yang merupakan satu-satunya ada di dikecamatan pesisir pantai itu.

“Tunggu,,,, tunggu,,, Pak Munaf kesini cuma buat beli rokok doang?,,,”

Munaf tidak menjawab, tapi tertawa lebar, tak lama tawa itu berubah menjadi senyum kecut saat melihat wajah Sintya yang sekuat tenaga menahan emosi..

“Gilaaa,,, ini benar-benar gilaa,,, kalian emang kelewatan,,,” wajah sintya tertunduk, menekuk kepalanya dipintu pick up sambil meratapi nasib sialnya.

Tapi tadi si Dako juga nitip kondom kan?,,,” Munaf mencoba mengingatkan Sintya tentang pesanan rekan kerja nya itu.

“Ohh,, iyaa,, ya udah,,, temenin kedalam yuk pak,,,” Sintya melangkah gontai, tubuhnya sebenarnya sudah cukup lelah setelah permainan game yang menguras banyak stamina.

Tak berapa lama, ketiga orang itu keluar dari supermarket.

“Mang,,, pulangnya biar aku yang nyetir ya,,,”

Sintya menghela nafas, saat mendengar Munaf meminta Mang Oyik untuk bertukar tempat duduk. Bersiap untuk menghadapi kejahilan apaalagi yang akan diterimanya.



* * *

Sementara itu, di bagian belakang cottage, tepatnya dikamar Mang Oyik. Suara rintihan tertahan terdengar dari bibir seorang wanita, tangannya berpegangan dipinggiran meja dengan gemetar, mencoba menikmati permainan lidah seorang lelaki yang tampak begitu menikmati liang di selangkangannya.

“Ooowwwhhhsss,, Yaaa,, disituuu,,, jilatin yaaang lembut yaaa,, ”
perintahnya pada seorang lelaki yang tertawa-tawa dengan lidah terjulur menusuk kecelah vagina yang sempit.

Tanpa menunggu persetujuan, wanita berparas cantik itu dengan liar menggasak mulut dan wajah lelaki yang begitu pasrah melayani segala permintaan, dengan bibir vaginanya yang sudah sangat basah.

Wajah cantiknya semakin terlihat bergairah saat menyaksikan wajah seseorang yang tampak bersemangat menyeruput setiap tetes cairan pelumas yang merembes dicelah alat senggamanya.

Sesekali ujung hidung si lelaki menyentuh pintu anusnya, membuat tubuh wanita itu semakin menggelinjang.

“Ooowwwhhh,,, jilat yang belakang beraaaniii ngga,,,?,,,” Mulutnya memohon, ingin mencoba sensasi yang baru.

Wanita itu tak lain adalah Aryanti, teller bank cantik dengan tubuh sempurna, yang sering diidamkan para wanita. Tengah asik mengangkangi wajah Kontet.

Yaa,,, siang itu, disaat yang lain tengah sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, Aryanti dan Andini justru terjebak pada situasi birahi yang liar. Awalnya kedua wanita cantik itu pergi kedapur untuk meminjam pisau, tapi disana mereka justru mendapati Lik Marni yang bersimbah keringat, tubuhnya terlihat bergerak lincah melayani dua pria yang menggasak kedua lubangnya.

Keduanya sangat kaget, bukan hanya karena pertarungan 2 lawan 1 saja, tapi juga kemampuan Lik Marni mengimbangi tusukan dua bilah batang kemaluan yang menggasak kedua lubang diselangkangannya.

“Pak Prabu,, sama Dako kan itu?,,,” tanya Andini berusaha menegaskan apa yang dilihatnya.

“Iya,,, asik banget kayanya,,, hebat juga Lik Marni, bisa ngimbangin mereka,,,” jawab Aryanti, teringat aksinya yang cukup kewalahan saat meladeni nafsu liar Pak Prabu dan Dako. “Balik aja yuk,,,” sambung Aryanti, menarik tangan Andini.

Saat berbalik, mereka dikagetkan dengan kehadiran Kontet dari arah belakang. Pemuda bertubuh besar dengan perut agak buncit itu memang sering hilir mudik di cottage Mang Oyik.

“Ada apa Bu? Mencari Mang Oyik?,, maaf,, kalo ga salah tadi saya liat si mamang naik pick up kekecamatan,,, kalo Lik Marni mungkin ada dikamarnya,” ucap Kontet, berusaha tersenyum seramah mungkin.

“Kami cuma mau pinjam pisau pak,,,” ucap Aryanti berusaha menyembunyikan kekagetannya.

“Owwhhh,,, ada tu bu, ambil aja didalam,,, biasa sih Lik Marni naruh pisau diatas lemari.”

“Eehh iya,,,, Kalo ga salah namamu Mang kontet kan?,,,,” tanya Aryanti, berusaha menguasai situasi., dan segera masuk kedalam mencari-cari benda yang dimaksud.

Kontet tersenyum, saat mengikuti Aryanti kedalam dapur, melalui kaca, diruang sebelah tampak istri Mang Oyik tengah asik melayani dua orang lelaki, pikirannya segera berasumsi bahwa kedua wanita itu baru saja mengintip.

Wajah Kontet tersenyum nakal kearah Andini yang menunggu didepan pintu dapur, yang memang berdampingan dengan kamar Mang Oyik, membuat hati wanita itu bergidik. Lalu berpaling menatap tubuh Aryanti dengan penuh nafsu.

“Mana Mang? Pisaunya ngga ada?,,,”

Andini tau, seperti dirinya, mata Aryanti juga tidak fokus mencari pisau, tapi lebih tertarik menyaksikan live show Lik Marni dari balik kaca satu arah yang semakin panas. Namun kehadiran mereka tidak disadari oleh Lik Marni yang kini asik menduduki penis Dako, pantat besarnya bergerak turun naik dengan cepat, melumat batang Dako tanpa masalah berarti.

“Pisaunya disini Bu,,,”

“Aakkhhh,,, Mamang, ngapain disituuu,,,” bukan hanya Aryanti, Andini pun terkaget saat melihat Kontet berjongkok dibelakang Aryanti, wajahnya tepat menghadap pantat montok Aryanti, sementara tangannya berusaha menjangkau pisau yang ada dirak bawah, melalui kedua kaki jenjang Aryanti.

“Buu,,, kenalaaan dikit boleeehkaaan?,,, sayaaa ngga tahan ngeliatnya buu,,,” ucap Kontet, lalu membenamkan wajahnya kesela-sela pantat yang masih dibalut rok span longgar.

“Eeehh,, si Mamang,,, main sosor aja, bahaya kalo kenalan dengan punya sayaaa,, bikin ketagihan lhooo,,,” Aryanti semakin kaget dengan kenekatan Kontet, tapi melihat ulah lelaki yang terlihat seperti kerbau yang kelaparan membuat bibirnya tertawa, niat usilnya muncul seketika.

“Din,,, tunggu bentar yaaa,,, ada kebo yang kelaparan,, hiihihi,,,” Aryanti mengedipkan matanya kepada Andini yang bisa maklum dengan ulah usil Aryanti yang sering kumat, tapi cara menggoda Aryanti, menurut Andini yang masih hijau itu sedikit kelewatan.

Aryanti mencoba membungkuk dan semakin menunggingkan pantatnya, membiarkan lelaki dengan wajah amburadul itu menciumi pantatnya, sambil tertawa.

Berkali-kali Kontet menggigit lembut, dan berkali-kali pula berusaha membenamkan wajah nya lebih dalam diantara belahan pantat yang tertutup kain, hingga hidung nya menggelitik anus Aryanti.

“Buu,,, buka yaaa,,,,” Kontet memohon sambil mengusap-usapkan wajahnya di bongkahan pantat.

“Hhhmmm,,, boleh ngga ya?,,, Din,,, boleh ngga nih?,,” Aryanti menatap wajah Kontet yang begitu berhasrat pada bongkahan daging miliknya, bola matanya berputar genit keatas menatap langit-langit plafon, lalu berbalik menatap Andini yang bersandar didinding, menatap ulah nakal Aryanti. Mengangkat kedua pundaknya mengembalikan pertanyaan.

“Kasih aja dikit, tapi awas kebablasan lhoo mba,,,” celetuk Andini tiba-tiba, gadis itu tau, meski dilarang pun Aryanti akan tetap menggoda Kontet dengan tubuh indahnya.

“Tuhh,,, dibolehin koq ama teman ku,,,” Kontet nyengir lebar, “eittss,,, tapi tangannya ngga boleh ikutan lhooo,,,” serunya, ketika tangan besar berbulu ingin menyibak rok nya.

Seakan takut kehilangan kesempatan, tanpa fikir panjang Kontet menyelusupkan kepala kedalam rok Aryanti. “Iiihh,,, Mamaaang, pelan-pelan atuuuh, nafsu banget sih,,,hihihii,,, Aawww,,,” wanita itu hampir terjengkang kedepan, ketika kepala Kontet menyundul pantatnya, bibir tipisnya tertawa melihat ulah si penjaga cottage sebelah.

Tapi tawanya terhenti seketika, saat wajah kasar yang penuh bopeng mengusap belahan kulit mulusnya. Hidungnya menghirup dalam, coba mengenali aroma dari selangkangan wanita yang begitu menggoda nafsunya.

“Ooowwwhhhh,,,,” Aryanti melenguh lembut, mencoba membuka selangkangannya semakin lebar. Jarinya mencengkaram tepian meja dengan kuat.

“Mba Yanti,,,,” Andini coba mengingatkan, baginya apa yang dilakukan Aryanti sudah terlalu jauh.

Aryanti menoleh, lalu tersenyum, ibu jari dan telunjuknya membentuk huruf O, sebagai tanda Ok, bahwa dirinya masih bisa mengontrol permainan yang disuguhkannya kepada Kontet.

Meski bibirnya masih bisa dipaksakan untuk tersenyum, namun raut wajahnya tak bisa menyembunyikan mimik birahi yang dirasakan oleh tubuhnya. Sesekali mulutnya terbuka, melepaskan lenguhan tanpa suara.

Sementara dibawah sana, diantara kedua paha nya lidah Kontet berusaha menjangkau vagina Aryanti yang terbalut kain tipis.

Kepala Andini menggeleng pelan, kembali mengingatkan Aryanti, saat wanita itu mengangkat paha kanannya dengan perlahan, wajahnya memelas, memohon sedikit pengertian dari gadis itu.

Kini Andini dapat melihat aktifitas Kontet, wajah lelaki penuh bopeng itu tenggelam dibelahan pantat Aryanti, bergerak-gerak keatas kebawah seiring sapuan lidahnya divagina Aryanti.

Tanpa sadar Andini menyilangkan kedua kakinya, nafasnya ikut memburu, tangannya yang bersedekap didepan dada mulai gelisah.

“Maaangss,,, panas banget sih lidahnyaaa,,,eemmmhhh,,” suara Aryanti terdengar lirih. Sesekali menggigit bibirnya saat lidah Kontet berusaha menyingkap sisi kain yang menutupi belahan vaginanya.

Kini Andini mulai cemas, celana dalam tipis yang dikenakan Aryanti seakan tak berdaya melindungi kemaluan wanita itu. Andini bergerak reflek, menggeser tubuhnya, matanya berusaha mengawasi usaha lidah Kontet yang mencoba menyingkap kain tipis yang sudah sangat basah..

Aryanti pun tidak berdiam diri, pahanya semakin membuka, seakan memberi dukungan, tubuhnya semakin membungkuk, pantatnya bergerak saat lidah Kontet sesaat berhasil mengait tepian kain dan berusaha menyibaknya, tapi kain itu terlalu ketat membungkus selangkangan montok Aryanti.

“Ayooo Maaang,,, kamu pasti bisaaa,,,,” ucapnya , namun karet celana nya masih terlalu tangguh untuk lidah Kontet. Bukan hanya Aryanti yang dag dig dug melihat usaha Kontet, karena Andini pun mulai belingsatan, dirasakannya lipatan bibir kemaluannya mulai terasa gatal, seakan ikut merasakan geliat lidah Kontet di selangkangan Aryanti.

“ Mba Yaaant,,, jangan mbaa,,” seru Andini pelan tapi tegas,, matanya melotot memberi peringatan saat tangan Aryanti terhulur turun menjangkau sisi celana dalam yang menutupi bagian intimnya.

“Jangan lapor Mas Arga yaa,,, cuma main-main aja koq,,,, ga pake penetrasi,,,,” Aryanti memelas, meminta persetujuan Andini atas ulah nakalnya.

Kini berbalik Andini yang bingung,, bingung harus mengizinkan atau tidak, sementara nafsunyanya juga tengah memburu, ingin melihat sejauh mana kedua kedua anak manusia itu berulah.

Akhirnya kepala Andini mengangguk pelan, disambut gerak cepat Aryanti, namun tangannya bukan menyibak sisi celana dalam, tapi justru menarik turun seluruh kain segituga itu.

Kontet yang terus asik dengan selangkangan milik Aryanti, tidak menggubris interaksi kedua wanita itu, seketika terkaget saat disodori bongkahan daging putih dan mulus.

Hidung lelaki itu bergerak maju, menoel pantat Aryanti dengan gemas, dengan sangat perlahan lidahnya yang terjulur menyapu lembut dari bagian paha yang mulus, terus menyusur menuju bongkahan pantat.

Nafas Andini terasa begitu berat melihat aksi kontet yang mungkin bagi sebagian orang menjijikkan, kini kedua bongkahan pantat sahabatnya itu terlihat basah, mengkilat oleh air liur Kontet.

Sementara Aryanti hanya bisa mendesah menikmati servis mandi kucing ala lidah Kontet. “Lanjutin yang di tengah Maangss,,,” Aryanti membungkuk, mengitip dari sela kedua pahanya.

Pandangan kedua nya bertemu, terlihat jelas bagaimana bernafsunya pemuda bertubuh tambun itu pada lubang vagina basah dipenuhi rambut kemaluan, yang memisahkan wajahnya dan Wajah Kontet.

Ketika Kontet kembali menjulurkan lidahnya yang panjang, Aryanti membentang pahanya semakin lebar, menunggu sapuan lidah Kontet yang mencoba menjangkau klirotisnya.

“Oooowwhhh,,,, teruuuuussss,,,, teruuuussssss,,,” Bibir mungil wanita itu terpekik tertahan, menggelinjang menahan geli saat lidah yang hangat memberikan sapuan panjang dari gerbang kemaluan hingga kelubang anusnya.

“Gilaaaa,,,, gilaaaa bangeeeet,,,, ini benar-benar nikmat Din,, Oooowwhh,,,” rintih Aryanti dengan mata setengah terpejam, menikmati ulah Kontet yang melakukan sapuan panjang berulang-ulang.

Bukan hanya tubuh Aryanti yang dibasahi oleh keringat, karena Andini yang berdiri terpaku pun juga bersimbah keringat, wanita yang hanya pernah melihat adegan itu di blue film, untuk pertama kalinya menyaksikan lidah seorang lelaki menyapu lorong anus seorang wanita.

Jepitan paha Andini semakin kuat. Nafasnya memburu, ingin sekali tangannya menggaruk lorong vaginanya yang terasa begitu gatal.

“Mangsss,,, masukin lidahnya kebelakang yaaa,,, masukin ke anus sayaaa,,,” rintih Aryanti, kedua tangannya berusaha membuka bongkahan pantat, memamerkan pintu Anus yang masih tertutup rapat.

Sesaat Kontet meneguk liurnya, memandang pintu anal yang mengerucut imut tepat didepan matanya.

“Ooowwgghh,,, Oooowwwhhhgg,,, Aaakkhhh,,,, panasss bangeeeet lidah mu Maaang,,, Oooowwhhh,,,,” Aryanti melenguh, lalu merintih tertahan saat lidah yang kasar perlahan menguak pintu belakangnya.

Tangan kanannya bepindah, berusaha menjambak rambut Kontet yang cepak, terengah-engah membantu Kontet menikmati tubuh bagian belakangnya. “Teruss Mangss,,, mainin lidahnya didalaaam sanaaa,,, terussshhh Owwhh,,,”

“Diiin,,, enak banget, beneraaaan dimasukiiiin,,, ooqqhhhh,,,” tubuh Aryanti terlonjak-lonjak kegelian saat lidah panas Mang Oyik menyelusup kedalam lorong analnya.

Sementara wajah Andini tampak mengernyit jijik. Tapi saat matanya menatap Aryanti yang tampak menggeliat geli berselubung kenikmatan, terbayang sensasi yang tengah dinikmati, membayangkan lorong sempit itu menerima sapuan panas lidah seorang lelaki yang begitu berhasrat pada wanita secantik mereka.