-What Heavn.. Zuraida?
“Boleh aku meminjam wanitamu?,,,” pinta Pak Prabu, mengagetkan Zuraida dan Arga yang masih berpelukan erat....
Zuraida menatap Arga dengan jantung berdegub kencang, berharap lelaki
itu tidak melepaskan pelukannya, tidak membiarkan Pak Prabu mengambil
dirinya.
Namun wajah tegang itu berubah menjadi kecewa, sangat kecewa, ketika
Arga tersenyum sambil menatap wajahnya, perlahan melepaskan pelukan.
“Argaaa,,, kenapa kau lepaskan aku,, peluk aku Gaa,,, jangan biarkan
lelaki lain menjamah tubuhku,,,” hati Zuraida berteriak, dengan bibir
yang terkatup rapat. Tapi ini bukan salah Arga, lelaki itu tidak tau apa
yang dimaksud Pak Prabu dengan meminjam.
Yaaa,, meminjam tubuhnya, untuk melunasi janji yang terucap.
Arga mundur beberapa langkah, mempersilahkan atasannya untuk menghampiri
Zuraida. Lalu berjalan menuju meja mengambil botol yang masih tersisa
setengah.
Pak Prabu menatap Zuraida, meminta izin untuk meletakkan kedua tangannya
dipinggul yang ramping. Dengan berat wanita itu menganguk, lalu balas
meletakkan jari-jari lentik dipundak Pak Prabu. Perlahan keduanya
bergerak mengikuti alunan musik.
“Bu Dokter,,” bisik Pak Prabu, merapatkan tubuhnya, “Malam ini terlihat
semakin cantik, saya selalu kagum dengan penampilan anda yang begitu
anggun,” lanjut Pak Prabu, membuat Zuraida bingung harus bersikap.
Hati Zuraida semakin kalut, matanya menatap Arga yang mengawasi. Tatapan kosong, tak terbaca oleh Zuraida.
Sementara, dari deru nafas lelaki yang tengah memeluknya, Zuraida bisa
merasakan hasrat yang memburu dihati lelaki berkumis tebal itu.
merapatkan tubuh, berusaha mencuri-curi sentuhan dari bulatan
payudaranya yang membusung.
“Terus terang, Saya tidak tau kapan harus menagih janji yang ibu
ucapkan, karena saya tidak memiliki banyak kesempatan untuk mendekati
ibu,,,” ucap Pak Prabu. Tidak seperti perkiraan Zuraida yang menduga
tangan kekar itu akan segera meremas kedua payudaranya dengan brutal,
saat kaki mereka dengan perlahan menjauh dari keramaian.
“Saya adalah lelaki yang begitu mudah tertarik pada wanita, khususnya
wanita seanggun Bu Dokter, yang selalu tampil begitu feminim,,,” sambung
Pak Prabu seraya merapatkan keningnya kekepala Zuraida yang terbalut
jilbab.
Zuraida memejamkan matanya, merutuki keadaan.
Tapi sialnya itu diartikan oleh Pak Prabu sebagai persetujuan, tangannya
yang berada dipinggul bergerak turun, dengan gemetar meremas pantat
montok yang membulat padat. Sementara tangan kirinya bergerak keatas,
coba mencumbu gundukan dagung didada si wanita, dengan siluet puting
mungil yang begitu nyata.
“Argaaa,,,” ucap Zuraida tanpa suara, saat melihat lelaki yang tadi
masih mengawasinya melangkah menjauh, menuju sofa, dimana Andini yang
tengah mabuk digerayangi oleh Mang Oyik.
“Apakah Arga melihat semua kenakalan Pak Prabu pada tubuhku?,,,” hatinya bertanya-tanya dengan panik.
Tapi wanita itu juga bingung dengan cara kerja pikiranya, yang tiba-tiba
merasa lebih tenang, karena tak ingin lelaki yang dicintainya
menyaksikan ulah Pak Prabu yang mulai menggerayangi tubuhnya dengan
remasan-remasan nakal.
Nafas Pak Prabu semakin berat, dua bongkahan payudara yang masih
terbalut gaun menempel erat didada bidangnya. seakan-seakan lelaki itu
ingin memasukkan seluruh tubuh zuraida dalam pelukannya yang kokoh.
Kini wanita itu dapat merasakan hembusan nafas khas lelaki yang menderu,
menyapu wajahnya, aroma tembakau dan alkohol yang merangsek indra
penciuman membuatnya merinding.
Zuraida tertegun, seolah sedang terhipnotis, mebiarkan Pak Prabu
melabuhkan ciuman dibibirnya yang terbuka, mengecup lembut, memberikan
gigitan kecil dibibir bawahnya.
“Paak,,, cukup,,,” seru Zuraida tersentak, saat merasakan lidah yang
panas mencoba menyelusup disela bibirnya. Mendorong tubuh Pak Prabu.
Lagi-lagi pikiran Zuraida keliru, wanita itu mengira dirinya harus
meronta kuat untuk melepaskan cengkraman Pak Prabu dipinggulnya. Tapi
nyatanya lelaki itu membiarkan tubuhnya lepas dari dekapan dan mundur
beberapa langkah.
“Maaf Bu,, saya hanya menagih apa yang ibu janjikan,”
“Tapi tidak sekarang pak,,” jawab Zuraida dengan jantung berdebar.
“Lalu kapan lagi, ditempat praktek Bu Dokter? Atau dirumah?,,, itu lebih tidak mungkin kan?” tanya Pak Prabu.
Apa yang dikatakan lelaki itu ada benarnya, tidak mungkin dirinya
membiarkan lelaki itu menggagahi tubuhnya di tempat prakteknya bekerja,
apalagi dirumah. Seketika sesal kembali mencuat, kenapa harus terucap
janji itu, sebuah izin akan kenikmatan dari tubuhnya yang bisa
didapatkan oleh lelaki itu.
“Pak,,, saya meneyesal sudah mengucapkan janji itu, saya tidak mungkin
melakukannya pak,,,mohon mengertilah,,, pintalah hal lain yang saya bisa
memenuhinya,, saya mohon Pak,,,”
Kaki Zuraida mundur beberapa langkah, mencoba menghindar dari Pak Prabu yang melangkah mendekat.
“Bu Dokter, saya tau ini sangat sulit bagi ibu, kerena ibu bukan wanita
yang begitu saja membiarkan tubuhnya digagahi lelaki lain. Seperti kata
ibu,, tak ingin melakukan tanpa cinta,,, dan ibu bisa melihat sendiri
bagaimana tampilan saya yang yang jauh dari kata tampan, yang tidak
mungkin membuat ibu jatuh cinta,,,”
Pak Prabu berdiri sambil merentang kedu tangannya, seakan ingin
menunjukkan seperti apa dirinya, lelaki bertubuh besar dengan kumis
lebat dan perut yang mulai berlemak. Seandainya dalam situasi yang
berbeda, gaya Pak Prabu tentu akan membuat Zuraida tertawa.
Hati Zuraida yang awalnya takut menjadi kesal, bagaimana mungkin lelaki
dihadapannya masih bisa mengajak bercanda saat hatinya begitu takut.
“Bu,,, maaf kalo ibu menganggap saya licik, memanfaatkan janji yang ibu
ucap dalam kondisi kacau, tapi saya tidak tau lagi bagaimana cara untuk
mendapatkan sedikit kenikmatan dari tubuhmu ini,,,”
Pak Prabu memepet tubuhnya kedinding, tangan kanannya terhulur mengusap
selangkangan yang tertutup long dress dari kain yang lembut. Kedua
tangan Zuraida segera menahan kenakalan Pak Prabu, tapi tangan kiri
lelaki itu segera menyusul, meremas payudaranya.
“Eeenngghhh Paaak,,, jangaaaan,,” kepala Zuraida menggeleng, berharap lelaki itu sadar dengan apa yang tengah diperbuatnya.
“Pliss,,, saya mohon,,, hanya ini kesempatan terbaik yang saya punya,,
tak ada yang melihat keberadaan kita disini, lagipula mereka sudah mulai
mabuk,,,” rayu Pak Prabu, mencari peruntungan.
Zuraida terdiam, menatap sekitar, baru sadar tubuhnya telah digiring Pak
Prabu kedinding, tersembunyi dibalik pohon hias yang ada dipojok tepi
kolam renang, dekat dengan pintu keluar samping yang jarang digunakan.
“Pak,,,, saya,,,”
Zuraida bingung, tak lagi memiliki cara untuk berkelit, tak lagi
memiliki alasan untuk menepis tangan kekar yang perlahan meremas
payudaranya. Hanya debar jantung yang semakin kuat.
Tangan Pak Prabu menyusur kebelakang, meraba setiap lekukan bagian atas
tubuh Zuraida,,,, seperti mencari-cari sesuatu. “Maaf,,, boleh saya
menagih sekarang,,” ucap Pak Prabu, saat menemukan resluiting dari gaun
putih panjang yang membalut tubuh dokter cantik itu.
Zuraida membuang wajah kesamping, namun itu dianggap Pak Prabu sebagai
izin, menurunkan resluiting, lalu dengan perlahan mengusapi punggung
yang terbuka.
Mata Zuraida terpejam ketika merasakan telapak tangan yang kasar dikulit
punggung yang mulus, merangsek diantara belahan ketiaknya. Bulu kudunya
merinding, pasrah menerima jamahan.
Memang ada niat dihatinya untuk sedikit nakal disaat pesta, tapi hanya dengan Arga, tidak dengan yang lain.
“Paaak,, saya tidak bisa melakukannya disini,,, saya mohon,, mengertilah
pak,,,” pinta Zuraida lirih, menahan tangan Pak Prabu yang ingin
menurunkan gaun dari pundaknya.
Dari celah dedaunan, mata wanita itu mengamati Arga yang kini di goda
oleh Andini yang mulai mabuk. Menaiki tubuh Arga, dan dengan ganasnya
menciumi wajah dan leher lelaki yang hanya duduk pasrah menikmati
service sibetina mungil.
Membuat Mang Oyik tersisih dan beralih mendekati Aida yang masih tampak
kelelahan setelah melayani Adit. Beberapa orang terlihat mulai mabuk.
Begitupun dengan Aryanti, namun wanita itu masih berada dipelukan Dako
yang sibuk menambahkan beberapa tanda kecupan dipayudara kanan yang
mencuat diluar gaun.
“Oowwgghh,,,” tiba-tiba tubuh Zuraida gemetar tertahan saat
selangkangannya kembali diusap dengan lembut. Usapan yang ringan namun
mengena tepat dibibir vagina. Tanpa sadar pantatnya bergerak kedepan
mengejar tangan Pak Prabu. Menagih untuk usapan berikutnya.
Zuraida membuang wajahnya kesamping tak berani memandang wajah Pak Prabu
yang tersenyum penuh kemenangan. Dengan riang jari-jari leleki berkumis
tebal itu menggelitik lipatan vagina milik wanita yang tak lagi
berusaha menghindar.
“Eeemmmhhhh,,,” wanita berjilbab itu merintih tertahan, memejamkan mata
dengan kuat saat jari tengah Pak Prabu menusuk lipatan vaginanya,
membuat celana dalam tipisnya ikut masuk kedalam, menyentuh kacang
mungil yang begitu sensitif.
Berkali-kali jari Pak Prabu menusuk-nusuk, terkadang lembut, namun
acapkali tusukan itu begitu kuat menggelitik pintu kelamin yang mulai
basah.
Tiba-tiba mata lentik Zuraida menangkap tubuh Andini yang bergerak liar
diatas pangkuan Arga. Naik turun dengan penuh semangat. Mungkinkah Arga
tengah menyetubuhi gadis mungil itu.
Hati Zuraida begitu nelangsa, merintih bertanya pada hati yang terluka,
kenapa Arga tidak mencumbu dirinya, padahal tadi tubuhnya telah pasrah
untuk melayani apapun keinginan lelaki itu.
“Argaaa,,,” ucap Zuraida lirih, membuat Pak Prabu ikut menoleh mencari sosok Arga.
“Pak,,, apa mereka sedang bercinta?,,,” tanya Zuraida, seolah ingin meyakinkan apa yang dilihatnya.
“Mungkin,,,” jawab Pak Prabu ditelinga wanita yang masih tertutup jilbab itu.
Berbeda dengan Zuraida, Hati Pak Prabu justru bersorak girang. “Thanks Argaaa,,, Its time for me,,,”
Melihat kesempatan yang baik, dengan perlahan wajah Pak Prabu menunduk
lalu menciumi gundukan payudara yang hanya tertutup gaun tipis, lidahnya
dapat merasakan puting kecil yang mencuat.
“Oooowwhhhh,,,, Eeenngghhh,,,” bibir wanita itu melenguh saat lidah yang
basah berlabuh diputing mungilnya. Kain tipis yang melindungi
payudaranya dengan capat basah oleh ludah Pak Prabu.
Merintih saat bagian kecil dipuncak gunung yang hangat dihisap, dicucup,
disedot dengan cara yang lembut. Meringis saat kumis yang tajam
menembus kain dan menusuk gundukan payudaranya.
Perlahan mata Zuraida turun, menatap sendu lelaki yang tengah menyusu
dipayudaranya dengan begitu bersemangat, menjilati puting yang mengeras
dibalik kain tipis.
Mata bening itu beralih memandang kekejauhan, pada sosok mungil yang
naik turun bergerak penuh semangat, layaknya mengendarai kuda rodeo,
sesekali gadis yang gaun atasnya sebagian telah melorot itu menunduk,
membiarkan pejantan yang ada dibawahnya untuk menyucup payudara.
Menggeliat menikmati permainan lidah yang panas.
“Arga,,, Seharusnya kau yang menikmati tubuh ini,,, tapi kenapa kau
lebih memilih gadis itu daripada diriku,,,” hatinya sangat kecewa, tapi
sedikitpun tidak ada amarah, Karena kondisinya kinipun jelas akan
membuat Arga marah. Karena dia tau, Arga bukan pria yang bertindak
semaunya, tapi sialnya dirinya sedikitpun tidak tau apa alasan Arga
melepaskannya.
Zuraida menyandarkan kepalanya ketembok, bibirnya melenguh saat puting kecilnya digigit dengan lembut.
“Ooowwhhhh,,, Paaak,,, kenaapaaa digigiiit,,,,”
Tapi Pak Prabu justru tertawa, lalu kembali memainkan puting mancung layaknya milik para gadis remaja.
“Eeeeengghhh,,, Eeemmmpphhh,,,” Zuraida mengatup rapat bibirnya,
kepalanya mengeleng-geleng berusaaha mengenyahkan rasa nikmat yang
merambati tubuhnya.
Walau bagaimanapun Zuraida adalah seorang wanita normal, sulit untuk
mengingkari segala kenikmatan yang diberikan oleh Pak Prabu. Cumbuannya
bersama Arga selama berdansa membuat tubuhnya menagih lebih.
Merasa yakin wanita yang dicumbunya telah bisa menerima apa yang tengah
mereka lakukan. Pak Prabu berusaha menurunkan gaun Zuraida, lidahnya
sudah sangat gatal untuk merasakan langsung lembutnya puting yang ada
dalam genggaman.
“Paaak,,, jangan disini,,, jangan disiniii,,,” elak Zuraida. Menahan gaunnya.
Lelaki itu tersenyum, tersenyum sangat lembut dibalik kumis tebal yang
melintang. Menatap Zuraida dengan pandangan yang sedikit berbeda.
Membuat si wanita salah tingkah, ada sesuatu dimata Pak Prabu, pandangan penuh kasih yang tadi siang dilihatnya dari mata Arga.
“Buu,,, seandainya ibu tau,, saya selalu mengaggumi ibu. Saya selalu
terpesona setiap ibu mampir kekantor, seorang wanita yang energik,
cerdas, namun juga begitu lembut, saya selalu mendambakan punya pasangan
seperti ibu,,,” ucap Pak Prabu coba merayu.
Tak ada wanita yang tidak tersangjung bila dipuji. tapi Zuraida menggeleng, seakan menyatakan usaha Pak Prabu akan sia-sia.
“Maaf saya bukan sedang merayu untuk mendapatkan tubuh Bu Dokter,” Pak Prabu kembali membetulkan gaun Zuraida.
Sikap Pak Prabu membuat Zuraida benar-benar salah tingkah. Zuraida bukan
wanita yang mudah tertarik pada pesona seorang pria, tapi hati yang
limbung membuat segalanya menjadi tak menentu.
"Lalu apa yang bapak ingin sekarang?”
Pertanyaan yang lugas dan tegas, kini giliran Pak Prabu yang bingung.
Bohong bila dirinya tidak menginginkan tubuh wanita yang kini ada
didepannya.
Bisa saja dirinya memaksa wanita yang kini ada didepannya untuk melayani
hasratnya atas dasar janji yang diucap. Tapi entah kenapa hal itu tidak
dilakukannya. Bibirnya justru tersenyum lalu tertawa.
“Hehehee,,, maaf,,, saya benar-benar minta maaf sudah memperalat ibu,
saya menjadi merasa sangat berdosa pada ibu, lupakanlah janji itu.
Tapi,,, emmhh,, boleh saya mengecup bibir ibu,,,”
Zuraida sangat kaget dengan perubahan Pak Prabu, tapi ia bisa menangkap
kesungguhan seorang lelaki yang disampaikan dalam keremangan malam.
Wanita itu mengangguk, memejamkan matanya, membiarkan bibir Pak Prabu
berlabuh dibibirnya yang hangat.
“Terimakasih Bu,,,” ucap lelaki itu setelah melepaskan bibir Zuraida,
memenuhi janjinya, hanya sebuah kecupan. “Sebenarnya pengen lebih lama
sih,,, tapi takut tegangan ini saya naik lagi,,,” Pak Prabu mencoba
berkelakar sambil menunjuk selangkangannya.
Tapi hanya dijawab Zuraida dengan senyuman, senyum manis yang begitu
memikat kelelakian Pak Prabu. Tampak wanita itu berusaha untuk bertahan,
tidak terlena dengan kehangatan yang ditawarkan Pak Prabu.
“Saya lebih suka melihat ibu tersenyum seperti ini daripada merintih karena itunya saya tusuk,,,hehehe,,”
Kali ini mau tidak mau Zuraida tertawa, memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Lalu mencubit tangan Pak Prabu.
“Ayo kita kembali kesana,,,” ajak Pak Prabu, menggandeng tangan siwanita.
Pooong !!!,,,
Selesai begitu saja? Zuraida tertegun, apakah Pak Prabu telah menyerah
untuk mendapatkan tubuhnya. Sisi kewanitaannya yang liar cepat mengambil
alih. Entah kenapa rasa Kecewa menyergap hatinya, kecewa dengan sikap
Pak Prabu yang mengangkat bendera putih.
Masih dirasakannya gaun nya yang basah setelah dijilati Pak Prabu, rasa
gatal pada bagian puting yang baru saja menerima gigitan nakal seorang
penjantan.
Tapi wanita itu berusaha menghormati keputusan Pak Prabu, keputusan yang
menyelamatkan kehormatannya sebagai seorang wanita, keputusan yang
menyelamatkannya dari rasa bersalah kepada Arga dan Dako.
“Paaak,,, maaf saya tidak bisa memenuhi janji saya,,, tapi,, emmh,,
kalau bapak ingin memeluk saya,,, eenghh boleh koq,” tawar Zuraida
tiba-tiba. Entah apa yang dibenak wanita itu. Benarkah sekedar ucapan
terimakasih atas aksi heroik Pak Prabu?
Pak Prabu tertawa, lalu merentangkan kedua tangannya. Membiarkan si wanita yang masuk kedalam pelukannya.
Dengan malu-malu Zuraida mendekat, menempelkan tubuhnya, dan membiarkan
tangan yang kekar mendekap erat tubuh. Tangannya balas memeluk punggung
Pak Prabu.
Masih dengan gaya yang malu-malu, Zuraida menekuk wajahnya dileher yang
berkeringat, memancarkan wewangi tubuh seorang lelaki. Seketika tubuhnya
merinding, otaknya merespon aroma seorang pejantan.
Lama keduanya terdiam, terdiam dalam kisruh yang melanda hati, tanpa disadari , pelukan tangan Zuraida justru semakin erat.
Pelukan memang selalu mampu memberikan kedamaian, semakin erat Zuraida
memeluk, semakin dirinya merasakan sisi kewanitaannya. Kodrat sebagi
wanita yang juga membutuhkan kehangatan. Kodrat sebagai wanita cantik
yang memiliki tubuh indah yang menjadi pelampisan hasrat pandangan para
lelaki.
Pak Prabu berusaha menaikkan kembali resluiting yang terbuka. Entah
kenapa tiba-tiba dirinya merasa sangat menyayangi istri bawahannya itu.
Kebersamaan selama liburan memang membuat interaksi diantara mereka
menjadi lebih intens, meski kadang dilakukan dengan cara yang nakal.
“Pak,,, emmhh,, biarin aja,,,” ucap Zuraida terbata.
Deg,,,, Pak Prabu terdiam,,, pikirannya tidak berani berasumsi
macam-macam, apa maksud dari kalimat yang terucap tepat disamping
telinganya. Lalu kembali mengusap-usap punggung yang terbuka, menikmati
kehalusan kulit seorang Zuraida.
“Kamu ngga dingin?,,,” ucap Pak Prabu memecah sunyi.
“Dingin bangeeet,,,”
Pak Prabu semakin bingung, kenapa wanita itu justru menolak saat
tangannya ingin mengancingkan resluiting untuk menutupi tubuhnya. Apa
yang diinginkan wanita itu. Tapi dirinya hanya berani memeluk, meski
hasratnya kembali terpercik.
Tiba-tiba Pak Prabu merasakan kecupan lembut dilehernnya, hanya sesaat,
tapi itu cukup untuk membangkit gairah kelelakiannya. Tangannya kembali
beredar, mengusap setiap sisi pundak dan punggung yang terbuka.
“Paaak,,,”
“Maaf sayaaang,,, maaf,,,” ucap Pak Prabu, menarik tangannya kembali
kebelakang setelah memberikan remasan nakal dipayudara yang membusung.
“Paaak,,, Sentuh dari dalam,,,”
DEG,,, Pak Prabu kaget, tapi telinganya tidak mungkin salah dengar.
Kata-kata itu diucapkan begitu dekat dengan telinganya. Lalu kembali
meremas payudara dengan lebih kuat, untuk meyakinkan apa yang
didengarnya.
“Emmmpphh,,, Paaak,,, sentuh dari dalam,,”
Pak Prabu semakin bingung. Melepaskan pelukannya, memegang sisi gaun Zuraida, saling tatap dengan mata bening yang indah.
Ditingkahi nafas yang memburu, wanita itu mengangguk.
Setelah mengambil nafas, Pak Prabu coba menurunkan gaun dari pundak
Zuraida. Dikegelapan matanya masih dapat melihat kemulusan pundak si
dokter Cantik.
Zuraida menatap wajah Pak Prabu, dengan tangan yang gemetar berusaha
melolosi kain yang dikenakannya. Ada rasa bangga dihati saat melihat
binar mata sang pejantan yang mengagumi payudara yang terhampar didepan
wajah.
“Paaaak,,, iniii punyaaa sayaaa,,, seperti iniii punyaaa saayaaa,,,”
lirih suara Zuraida saat kedua payudaranya mulai disapa, diusap, dan
diremas berulang-ulang.
“Indah banget Bu,,, besar,,, kencang,,, mancung seperti anak remaja,,,”
Mata Pak Prabu tak beralih dari sepasang daging yang terus diremasinya.
Tak menghiraukan kondisi si wanita yang mulai terengah-engah.
“Buuu,,, boleehh sayaaa,,,”
Sambil beradu pandang, Zuraida meremas rambut Pak Prabu, “Sebentar aja
ya Pak,,,” ucapnya gemetar, lalu menarik kepala Pak Prabu kepayudara
kirinya.
“Aaahhhss,,”
“Aaaahhh,,,” bibirnya mendesis setiap lidah Pak Prabu berlabuh. Ada rasa
gregetan saat menyaksikan lelaki itu hanya menjilat-jilat putingnya
yang mengeras.
“Paaaak,,,”
Masih dengan lidah terjulur, mata Pak Prabu melirik keatas.
“Paaaak,,, maaf,,,,” ucap Zuraida pelan, lalu menjambak rambut Pak
Prabu, bukan mendorong, tapi membenamkan wajah lelaki itu pada kenyalnya
daging yang membusung menantang.
“Owwwgghhh,,,” bibirnya terpekik,,, menatap nanar mulut lelaki yang
melumat bulat payudara, mengunyah dengan sedikit kasar. Membuat tubuh
wanita itu semakin tersandar ke dinding.
Belum lagi kumis yang menusuk-nusuk kulit yang memiliki tekstur sangat
lembut, membuatnya harus menggigit bibir, meredam rasa geli.
Tubuh Zuraida semakin merinding saat pahanya tersentuh oleh sesuatu yang
keras, yang tersembunyi dibalik selangkangan Pak Prabu.
“itu penis Pak Prabu,,,” pekik hati Zuraida, “Penis yang tadi pagi
hampir saja memasuki liang kemaluanku, penis yang menghambur sperma
didepan vaginaku,”
Zuraida membiarkan penis Pak Prabu bermain-main dengan pahanya.
Membiarkan lelaki itu menggesek-gesek batang yang mengeras kesetiap sisi
bagian bawah tubuhnya.
Tubuhnya merespon dengan mendorong pantatnya kedepan, seolah meminta agar batang itu menggeseki bibir vagina yang gemuk.
Gayung bersambut, Pak Prabu menatap Zuraida, lalu menggesekkan batang
yang sudah sangat mengeras kebagian cembung dari selangkangan. Tak ingin
kalah, si wanita justru semakin mendorong pantatnya kedepan, seakan
berkata inilah milikku, mana milikmu,,,
Semakin kuat gesekan, semakin cepat nafas Zuraida membuuru.
Tak puas dengan gesekan batang penisnya yang terhalang oleh celana,
Tangan Pak Prabu terhulur turun. Dibawah tatapan siwanita, telapak
tangannya mengusap lembut vagina berbalut kain, membuat pemiliknya
mendesah tertahan.
“Buka lebih lebar, Bu,,,” pinta Pak Prabu, yang segera dikabulkan
siempunya dengan melebarkan paha. Tapi gaun yang ketat membuat
gerakannya terhalang.
Zuraida mengangguk, menyetujui usaha tangan Pak Prabu yang bergerak
kebelakang tubuhnya, menarik turun resluiting hingga kesudut mati, tepat
didepan pantat siwanita.
Lalu perlahan menyelusup, meremas pantat yang membulat padat yang hanya dilapisi celana dalam tipis.
Zuraida cepat menarik tangan Pak Prabu, bukan untuk mengenyahkan tapi
agar masuk langsung kebalik celana dalamnya, lalu kembali memeluk tubuh
Pak Prabu.
Entah apa yang ada dikepala Zuraida, saat mengatup rapat bibirnya,
membiarkan telapak tangan yang kasar menyelusup kebalik celana dalamnya.
Menyusuri belahan pantatnya, menggelitik liang anusnya,,, dan,,,
“Ooowwwhhh,,,, Paaaak,,,,” tubuh wanita itu melejit seketika, gemetar
ketika bagian paling sensitif ditubuhnya merasakan sentuhan dari kulit
yang kasar. Meski bisa menebak arah yang dituju oleh tangan Pak Prabu,
tetap saja tubuhnya kaget.
Bila tadi pantatnya terdorong kedepan, kini pantat yang membulat itu justru menungging kebelakang.
“Eeeenggghhh,,,
“Lembut bangeeet Buuu,,, vaginamu lembut bangeeet,,, sayaaang,,,”
Mendapatkan pujian itu Zuraida justru mencubit pinggang Pak Prabu.
“Emmhh,,,kalo pintu rumah baru keraass,, Pak,,” ucapnya disela nafas
yang naik turun.
“Paaak,,, jangaaan tusuuuk terlaluuu dalaaam,,, geliiii,,,” rintihnya,
namun pinggulnya justru bergerak mengejar jari Pak Prabu yang bergerak
keluar. Seakan berharap jari yang kasar itu tetap berada didalam liang
kemaluannya.
“Bibirmu mana sayaaaang,,,” seru Pak Prabu.
Zuraida seperti kesurupan, seperti bukan dirinya yang biasa, seperti
wanita yang telah lama tidak merasakann jamahan tangan seorang lelaki,
seperti wanita yang begitu haus akan belaian manja seorang lelaki.
Wanita itu tidak mengelak saat Pak Prabu melabuhkan bibir, berusaha
menyelusup kedalam mulutnya, menghirup aroma nafas dari hidung mereka
yang bertemu, membiarkan lelaki itu mengecapi lidahnya, menyedot ludah
dengan sangat rakus.
Tangan Pak Prabu tak lagi bergerak, terdiam didalam liang kemaluan yang basah, terkonsentarasi pada bibir Zuraida.
Merasa kenikmatan yang tengah dirasakan oleh selangkangannya terhenti,
pinggul wanita itu reflek bergerak sendiri, memainkan bibir vagina pada
telapak tangan yang kasar dan jari tengah yang menusuk kedalam lorong
yang membanjir.
“Paaaaak,,, eeengghhhh,,, aaahhssss,,,” Zuraida terengah-engah,
pantatnya bergerak semakin cepat, seolah tengah mengawini tangan kekar
yang mematung diselangkangannya.
Melihat keadaan Zuraida, dengan cepat tangan kiri Pak Prabu mengeluarkan
batang penisnya, lalu menarik tangan Zuraida agar menggenggam.
Mata Zuraida melotot, tidak menyangka, dirinya yang selalu mengenakan
penutup kepala kini justru menggenggam batang kemaluan, milik atasan
suaminya.
“Buuu,,, biarkan penis saya yang melakukannya Bu,,,,”
Dengan pinggul yang masih bergerak menyenggamai tangan Pak Prabu, wanita
itu menggeleng, wajahnya tampak pucat mengejar orgasme yang bersiap
menghampiri.
Tapi wanita itu tidak mengelak saat Pak Prabu dengan tangan kirinya berusaha menyingkap gaun panjangnya keatas.
“Bu,,, bantu saya menuntaskan hasrat saya Bu,,, saya janji tidak akan
menusuk liang kemaluan ibu,,, cuma jepitin dengan paha ibu seperti tadi
pagi.,,,” mohon Pak Prabu, sambil terus menarik gaun Zuraida keatas.
Tapi terlalu sulit, gaun itu membekap cukup ketat.
“Bu,,, ikut sayaaa,,” pinta Pak Prabu tiba-tiba, menarik tangan dari
selakangan, lalu membopong tubuh Zuraida yang tengah sakau akan orgasme,
keluar melalui pintu yang ada disamping mereka bercumbu.
“Paaaaak,,, bapak mau ngapain?,,,” tanyanya saat tiba ditembok luar, Pak Prabu membalik tubuhnya kearah tembok.
“saya mohooon Paaak,,, jangan ingkari janji bapaaak,,,” pinta Zuraida
pada lelaki yang kini berusaha menarik gaunnya lebih tinggi. Lalu dengan
cepat menurunkan celana dalamnya.
“Oooowwgghhh,,, Paaaak,,, Ooogghhh,,,” Zuraida tidak menyangka,
vaginanya yang tak lagi memiliki pelindung dilumat dengan rakus.
Tubuhnya menggeliat liar. Kumis yang ikut menusuk kulitnya, membuat
pinggul wanita itu bergerak tak menentu.
“Zuraidaaaaa,,,”
Sluuuurrpppsss,,,,
“Memeeeqmuuu,,, ooowwhhss,,,”
Sluuurrrppss,,,
Pak Prabu tak menyangka, akhirnya bisa merasakan cairan gurih dari
seorang wanita bernama Zuraida, selama ini matanya hanya bisa memandang
bulatan pantat dan selangkangan yang selalu tertutup kain itu. hanya
bisa membayangkan seperti apa bentuk dari benda yang ada didalamnya.
Selama ini, otak mesumnya hanya bisa berkhayal, kenikmatan seperti apa
yang ditawarkan oleh liang surga seorang wanita cantik yang selalu
mengenakan jilbab.
Tapi kini,,, selangkangan wanita itu bergerak mengikuti kemanapun
lidahnya menari. Memohon lidahnya masuk lebih dalam, mengais-ngais
cairan yang terus merembes keluar.
Berkali-kali Pak Prabu menyedot bibir vagina yang mengeluarkan cairan
bening, begitu haus mengecapi vagina yang teramat basah. Tak henti-henti
pula bibir wanita itu mendesis dan menjerit ketika bibir Pak Prabu
menyedot terlalu kuat.
“Sudaah ya paaak,,, saya takut kebablasan,,,” mohon Zuraida ketika Pak Prabu menghentikan aksinya, memutar tubuhnya berhadapan.
“Bu,,, saya akan menepati janji sayaa,, tapi bolehkan kalo saya nyelipin dipaha ibu seperti tadi pagi,,,” pinta Pak Prabu.
“Tapi pak,,”
“Buu,, apa saya pernah mengingkari janji?,,, saya hanya butuh penyelesaian, Bu,,,” potong Pak Prabu.
Zuraida memandang wajah Pak Prabu dengan bingung, memang hingga saat ini atasan dari suaminya itu selalu menepati janji.
Akhirnya, dengan berat hati Zuraida mengangguk, membiarkan lelaki itu
mendekat, lalu membuka pahanya lebih lebar. Pak Prabu harus sedikit
menekuk kakinya untuk memposisikan batangnya berada tepat dibawah vagina
Zuraida.
“Eeengghh,, Paaak,,, koqhh,, sepertii iniii,,,” protes Zuraida,
merasakan batang itu justru menggesek-gesek bibir vaginanya yang basah.
“Maaf Bu,,, posisinya sulit bangeeet,,,” jawabnya sambil menekuk kaki semakin dalam, berusaha menggesek batangnya lebih kebawah.
Sambil menahan rangsangan Zuraida mengamati posisi Pak Prabu yang memang sulit.
“Eeengghh,,, yaa sudaaaah,,, tapi tolooong paaaak,, jangaaan sampaai massuuukk,,, Aaaahhhsss,,,”
“Buuuu,,, nikmaaat bangeeeet,,,Eeesshhhh,,,” Pak Prabu memandang wajah
Zuraida sambil mendesis nikmat, bergerak maju mundur menyenggamai bibir
vagina yang sangat basah.
Sementara Zuraida hanya bisa mengagguk, tubuhnya ikut bergerak, menyambut setiap tusukan yang menyusur didepan bibir vagina.
Hati Zuraida mulai goyah saat memandangi wajah Pak Prabu, wajah yang
galak tapi tegas, dengan rahang yang lebar layaknya wajah sang legenda
Gajahmada. Hanya saja kumisnya terlalu lebat. Hati Zuraida tersenyum
sendiri.
“Seandainya kumis itu dibersihin, meski sudah memasuki usia paruh baya,
pasti lelaki ini akan terlihat lebih cute,” bisik hati Zuraida.
“Paaak,,, Terimakasih,,, selalu menemani saat hatiku sedang kacau,,,”
ucap Zuraida tiba-tiba, membuat Pak Prabu kaget, Memandang wajah
Zuraida. “Ingin sekali saya membiarkan punya bapak masuk kedalam tubuh
saya, tapi saya,,, saya akan merasa sangat bersalah,,, maaf ya pak,,,”
lanjutnya. Tangannya mengusap wajah Pak Prabu.
“Saya juga tidak akan meminta lebih koq Bu,,,, saya bisa mengerti
kondisi ibu,,” Pak Prabu menghentikan gerakan pinggulnya. Membuka
tangannya lebar, mengajak tubuh Zuraida masuk kedalam pelukannya.
Tapi Zuraida menggeleng, menolak ajakan Pak Prabu, dengan gaya yang
manja memanyunkan bibirnya. Tangannya yang masih mengusapi pipi
berpindah mengusap kumis yang lebat. Lalu iseng menyelipkan telunjuknya
dibibir Pak Prabu.
Birahi membuat wanita itu ingin berlaku nakal, seperti Aryanti dan lainnya.
Dibalik tembok tempat dirinya bersandar, ada suaminya yang terus
menemani Aryanti, ada Arga, cinta masa lalu yang kini kembali menyulut
gelora cinta yang terpendam. Tapi lelaki itu kini berada dalam dekapan
wanita lain.
Dan ditempat ini,,, hanya ada dirinya dan seorang pria yang sangat
menggilai tubuh dan kecantikannya. Tak ada yang tau jika dirinya
membiarkan batang keras yang berada tepat diselangkangan memasuki
tubuhnya.
“Paaak,,, bapak diam aja yaa,,,”
Tangannya mencengkram pinggang Pak Prabu , lalu menggerakkan pinggulnya,
menggesek bibir vagina pada batang yang mengeras layaknya kayu.
“Eeemmmpphhh,,, Eeemmmppphhhh,,,” Zuraida merintih.
Birahi mengambil alih akal sehatnya, menyilangkan kedua pahanya, membuat
penis Pak Prabu sulit untuk menyelusup hingga akhirnya merangsek
keatas, membelah gerbang kemaluannya.
“Oooowwhhsss,,, Paaak,” Zuraida terpekik, helm besar itu hampir saja menerobos memasuki kemaluannya. Segala sarafnya menegang.
Dengan menyilangkan kedua paha. Otomatis helm penis itu kini bergerak
kesatu arah, bergerak intens menguak gerbang vagina yang basah.
Tapi jepitan pahanya terlalu kuat, membuat batang itu tertahan dipintu masuk.
Zuraida panik, sementara Pak Prabu mulai menggerakkan batangnya, terus mencoba merangsek masuk.
“Sayaaang,,, berbalik yaaa,,,” pinta Pak Prabu dengan gemetar, tak tahan dengan gaya nakal Zuraida.
“Paaak,,, cepet selesein yaa,,,” Zuraida menatap Pak Prabu, pandangan
yang mengundang lelaki itu untuk menikmati tubuhnya secara nyata.
Setelah menghadap tembok, wanita yang masih mengenakan jilbab itu
menoleh kebelakang, sekali lagi menatap wajah mesum Pak Prabu, lalu
merentang lebar kakinya.
“Zuraidaaaa,,, kamu nakal Zuraidaaa,,, kamu nakaaaal,,,” teriaaaak
hatinya, seiring tubuhnya yang perlahan membungkuk, menunggingkan pantat
montok yang membulat kedepan penis Pak Prabu.
Tak ada pertahanan sedikitpun, sangat mudah bagi Pak Prabu untuk menusuk vagina dokter cantik itu.
“Buuuu,,, tubuhmu benar-benar indah,” Pak Prabu mendekat, meremas
bongkahan daging yang tersaji, memposisikan batang tepat didepan gerbang
vagina yang terkuak basah.
Wanita itu memejamkan matanya, dengan jantung berdebar menunggu penis Pak Prabu menguak bibir vaginanya dengan perlahan.
“Ooowwwhhh,,,, Pak,,,”
Tapi tiba-tiba batang itu melengos keluar, hanya menyusur lipatan bibir
vagina. Tangan Zuraida mencengkram pohon kecil yang ada disampingnya
dengan gregetan.
Zuraida bingung, kenapa hatinya justru kecewa saat batang itu urung memasuki tubuhnya. Seharusnya ia bersyukur.
Sementara Pak Prabu menggeram, menahan hasratnya. Bergerak menyetubuhi wanita yang telah pasrah hanya dari sisi luar.
“Buuu,,, saya akan selalu berusaha menepati janji saya,,, Eeemmpphh,,,”
Tangannya merengkuh kedepan, menggenggam sepasang payudara yang
menggantung.
“Terimakasih Pak,,,” jawab Zuraida setengah hati. Membiarkan tubuh
dibelakangnya bergerak menggeseki bibir vaginanya. Membiarkan tangan
lelaki itu menggerayangi setiap bagian tubuhnya
“Buuu,,, saya tidak tau seperti apa rasa nikmat dari lorong kemaluan ini,,,,”
Sesekali dengan nakal Prabu memasukkan sebagian jamur penisnya kebibir vagina seperti sengaja menggoda Zuraida.
Berkali-kali pula bibir tipis itu merintih kecewa saat jamur yang besar,
memasuki sebagian lipatan vagina, tapi kembali melengos keluar.
“Bu,,, pegangin punya saya Bu,,,” pinta Pak Prabu, menarik tangan kanan Zuraida kebatang yang ada diantara kedua pahanya.
“Basaaaah,,, batang ini sudah sangat basah,,,” pekik hati Zuraida saat
menggenggam penis Pak Prabu yang penuh dengan cairan yang keluar dari
bibir kemaluannya.
Pak Prabu kembali menggerakkan pinggulnya, namun saat ini kendali batang
penis lelaki itu berada dijari lentik Zuraida sepenuhnya. Jari lentik
itu dapat mengarahkan batang besar kemanapun dirinya mau.
“Oooowwwhhhssss,,,Paaak,,,” Zuraida terkaget, saat jari-jarinya menekan penis itu menyusuri bibir kemaluan.
Akibat tekanan dari tangannya, Sentuhan yang dirasakan oleh bibir vaginanya terasa lebih kuat. Membuat tubuhnya menggelinjang.
Begitu pun pak prabu yang merasakan batangnya terjepit diantara telapak
tangan dan bibir kemaluan. Semakin cepat pinggulnya bergerak menusuk,
semaki kuat tangan wanita itu menekan keselangkangannya.
“Buuu,,, saya tidaaaak kuat Buu,,,, masukin Buu,,, Ooowwhhh,,, biarkan batang saya menjamah bagian terdalam memek ibu,,,”
“Buuu,,, memek muuu manaaaa,,, masukin Buuu,,, sayaaa mohooon,,,”
“jepit kontol saya kedalam memek ibuuu,,,”
Pak Prabu mulai meracau vulgar, meminta kenikmatan yang lebih. membuat birahi Zuraida semakin terbakar.
Bibirnya mendesis, badannya menggeliat tak menentu, pantatnya bergerak
melakukan perlawanan, telapak tangannya dengan kuat menekan batang
kebelahan bibir vagina.
Diantara kewarasan yang tersisa, Zuraida mengumpat kesal, lelaki yang
tengah menunggangi tubuhnya itu memiliki kuasa penuh untuk menikmati
liang kemaluannya, tapi kenapa justru meminta dirinya untuk melakukan.
“Aaaahhhsss,,, jangan paaaak,,, jaaangaaan buat sayaaa sepertii perempuaaan murahaaann,,, Ooowwwhhsss,,,”
“Buuuu,,,, saayaaa berusahaaa menepatii janjii sayaaa,,, sekaaraang tepati janjii ibuuu,,, plisss sayaaanng,,,”
“Oooowwhhhssss,,,,, siaaaaal,,,” Zuraida mengumpat kesal. Haruskah ia
mendustakan prinsip yang selalu dipegangnya, hanya akan melakukan diatas
dasar cinta.
Sementara batang Pak Prabu semakin sering menyelinap kedalam, membuat
alat senggamanya berteriak menagih sebuah hujaman batang penis yang
sesungguhnya.
“Paaaak,,, jangan buaaat sayaaa merasaaa berdosaaa, paaakk,,, aaaaeeenggghhhss,,,”
Zuraida semakin menungging, berusaha memamerkan sebagian pintu vaginanya
kemata Pak Prabu, dikegelapan. Sisi liarnya berharap lelaki itu
bersedia merojok pintu vagina yang terbuka lebar didepan penis yang
mengacung.
“Ooowwwwhhhh,,, paaaak,,,, haaaampiiirr paaaak,,,” jantung Zuraida
berdebar kencang, ketika kepala jamur yang besar tanpa sengaja berhasil
melewati pintu vaginanya. Tapi dengan cepat Pak Prabu menarik kembali
batangnya.
“Aaaawwwwhh paaaak,,,”
“Paaaak,,, kenapaaa punya sayaaa digituiiiin,,,”
“Eeeengggghh bapaaaak curaaaang,,,” jerit Zuraida.
Sadar kejadian tadi bukan suatu ketidaksengajaan, tapi Pak Prabu memang
tengah bermain dengan lorong bibir vaginanya. Hanya memeasukkan sebagian
kepala jamur, lalu kembali menarik keluar. Terus dan terus,, membuat
Zuraida menggila.
“Argaaa,, maafin Zeeee,, maafin Zeeee,,, Zeee ngga kuaaat sayaaang,,,”
Air mata menetes dari mata yang bening, saat tangannya menggengam kuat
batang Pak Prabu, membuat pinggul lelaki itu berhenti bergerak.
Dengan jantung berdebar Zuraida perlahan meletakkan kepala penis itu
tepat digerbang peranakannya, dengan kaki dan paha yang gemetar,
pantatnya bergerak menekan, membuat batang Pak Prabu perlahan menghilang
kedalam alat senggama.
“Oooowwwssshhh,,,,, aaahhh,,,,,” seketika bibirnya melenguh saat rongga
yang basah merasakan tekstur dari batang yang keras. Terus dan terus
masuk hingga kebagian terdalam.
“Buuuu,,, terimakasih Buuuu,,,, punyamu benar-benar nikmaaat,,, owwhh,,,”
Zuraida mengagguk lemah, “Silahkan paaak,,, silahkaan bapaaak nikmatii,,, saya sudah memenuhi janji sayaaa,,”
Pak Prabu mengecup punggung Zuraida yang terbuka, mencengkram bulatan
pantat yang tengah dibelah oleh penis besarnya. Lalu bergerak
menyenggamai wanita yang jilbabnya tampak lusuh, pasrah akan apapun yang
akan dilakukan si lelaki.
“Oooowwhh,,,, Akhirnya aku bisa ngentotin memek istrimu, Dakooo,,,”
“Argaaaa,,, pacaaaarmu aku entotin, Gaaaa,,,” teriak Pak Prabu ditelinga Zuraida, pantatnya bergerak
Zuraida meradang mendengar kata-kata Pak Prabu. tangan kekar lelaki itu
begitu kuat mencengkram pinggulnya, vaginanya dengan cepat ditusuki
batang yang begitu keras.
“Argaaaa,,, memeknya benar-benar nikmat, Gaaa,,,” semakin kasar
kata-kata yang keluar dari mulut Pak Prabu, semakin cepat lelaki itu
menghentak vagina si Dokter cantik.
“Maaaasss,,, aku disetubuhi bosmu maaass,,,”
“Argaaaa,,, tolong aku, Gaaaa,,,”
“Eeeeengghhh,,,,” suara rintihan Zuraida begitu memelas.
Tubuhnya terguncang menerima hentakan yang kasar, tapi siapa yang
menyangka bila pantat mulus yang membulat itu justru semakin menungging,
bergerak liar menerima setiap tusukan. Menggenggam tangan Pak Prabu
yang kini meremasi kedua bulatan payudara, menjadikannya sebagai tali
kekang untuk mengatur gerak tubuh siwanita.
“Oooowwwhhhssss,,, Paaaaakkk,,, sayaaaa ngga kuaaaat,,,,”
Kata-kata kasar Pak Prabu justru membuat dirinya bersiap menerima badai orgasme.
“Sayaaaa keluaaaaar,,, Aaaarrggghhhsss,,,”
“Sayaaaa keluaaaaar,,,,” tubuh indah itu menari menggelinjang, menahan
batang Pak Prabu jauh didalam lorong, mencengkram erat sambil
memuntahkan cairan yang menyiram kepala jamur.
“Buuuu,,, sayaaa jugaaa buu,,,, sayaaaa jugaaaaaa Aaarrrgghh,,,”
“Sayaaaa semprot memeeek ibuuu,,,”
“Paaaak,, jangaaaan didalaaaam,, jangan didalam,” tersadar dari buai orgasme, berubah menjadi panik.
Tangannya dengan cepat menggenggam batang yang hendak kembali menusuk,, dan,,,
“Aaaarrgghh,,,,” tubuh Pak Prabu mengejang, sperma menghambur dalam
genggaman tangan si wanita, tepat didepan bibir vagina. Sebagian
menyemprot celah kemaluan yang masih terbuka.
Zuraida panik, menarik tubuhnya,,, jari tengahnya dengan cepat mengorek
kelorong kemaluan, berharap bisa mengeluarkan cairan sperma yang bisa
saja menyelusup kedalam, meski dirinyapun tak yakin ada cairan yang
berhasil menyelusup masuk.
Lalu membersihkan ceceran kental yang menghias dibibir vagina dengan gaun panjangnya.
“Argaaa,, Argaaa,,,” wajah Zuraida pucat seketika, matanya menangkap sosok Arga yang berdiri tepat dipintu keluar.
Lelaki itu terlihat syok dengan apa yang dilihatnya. Tak mampu berkata apapun, hanya amarah yang meluap.
“Argaaaa,,, jangaaaan pergi Gaaa,,, aku bisa menjelaskan semua ini Gaaa,,,”
“Argaaaa,,, jangan pergi lagi sayang,,,” rengek Zuraida, dengan tangis yang memecah suasana.
“Buuu tunggu, bu,,, maafkan saya,,,” Pak Prabu berusaha menahan tangan
Zuraida, berniat untuk menenangkan. Sekaligus tidak tega melihat wanita
itu menangis.
“Pak, perjanjian kita sudah selesai. Segala janji yang terucap telah
saya penuhi,,, tolong jangan ganggu saya lagi,,, saya mohon dengan
sangat,,” ucapnya sambil terisak, berusaha melepaskan pegangan Pak
Prabu. Lalu berlari mengejar Arga kedalam cottage.
Sebagian tubuhnya masih terbuka, bahkan payudara kanannya masih
tertinggal diluar gaun, tapi wanita itu terus berlari mengejar Arga.
Tak menghiraukan pandangan Mang Oyik yang tengah menyetubuhi Sintya yang terbaring diatas sofa.
Tak peduli pada ulah Kontet yang tengah meremasi payudara mungil milik Andini.
Tak peduli pada tatapan bingung Aryanti yang berbaring diatas kursi
untuk berjemur, dibawah tindihan tubuh suaminya, Dako, yang tertidur
lelap diantara gundukan payudara.
“Argaaaa,,, kumohon dengarlah sayaaaang,,, aku mohooon,,” Zuraida terisak dihadapan Arga yang baru saja membuka pintu kamarnya.
“Yup,,, ada apa?,,,” ucap Arga datar, berusaha meredam emosi. Melangkah kedalam kamar.
“Masih kurang?,,, masih pengen minta kepuasan dariku,,,”
“Aku tau siapa kamu Zeeee,,, wanita yang tidak mudah menyerahkan tubuhnya kepada lelaki lain,,,”
“Aku tau kamu seorang wanita yang menjunjung tinggi norma, dan karena itu pulalah aku begitu mencintaimu,,,”
“Tapi tadi aku melihat mu benar-benar seperti wanita liar,,,, aku
seperti tidak mengenalmu,,, lihatlah pakaianmu,,, lihatlaaaah,,, kau tak
ubahnya seperti,,, sepertiii,,,, Sudahlah,,, cerita kita memang harus
diakhiri,,, dan memang sudah berakhir,,,”
Kata-kata Arga begitu menyakitkan hatinya. Tak pernah sekalipun
telinganya mendengar kata-kata kasar terucap dari bibir Arga. Tapi
memang itulah yang terjadi
Zuraida menangis semakin kencang,,, seperti gadis kecil yang
ditinggalkan ibunya, jatuh meringkuk disisi kasur dengan tubuh gemetar.
“Maaf kan akuuu,,, aku memang salah,,, maaaaf sayaaaang,,, hiksss,,,”
“Tapi aku ini wanita, aku telah memohon kepadamu,,, menyerahkan tubuh
yang kau anggap hina ini sepenuhnya kepadamu,,, tapi kau menolak dengan
dingin,,,”
“Kau yang melepaskanku, kau yang meninggalkanku dengan pria lain,,,”
Suara Zuraida hampir tak terdengar, hilang ditelan isak tangis.
“Arga,,, terimakasih untuk cintamu,,, maafkan laah aku,,, aku memang
tidak pantas untuk dirimu,,,” wanita itu berusaha untuk bangkit, dengan
mata berlinang berusaha menatap wajah Arga, seolah itulah terakhir kali
dirinya dapat menatap wajah lelaki itu.
“Arga,,, meski berulang kali kau acuhkan aku,, meski berulang kali kau
meninggalkan ku, aku selalu mencintaimu, sangat mencintaimu,,hikss,,,
selamat tinggal, sayang.” ucapnya terbata, tak kuat mengucap kata
terakhir.
Pertahanan Arga ambrol, lelaki perkasa itu melelehkan air mata. Air mata
yang mampu ditahannya saat tubuh adiknya meregang nyawa dipangkuan,
akibat kecelakaan.
Tapi air mata itu jatuh saat mendengar kata perpisahan dari seorang Zuraida. Mendengar jerit hati wanita yang tak terucap.
“Zeee,,, jangan menangis sayaaaang,,, jangaaaan menangis wahai kekasih hatiku,,, maafkan semua kebodohan dan ego ku,,,”
“Aku pun tak sesuci yang engkau harapkan, bahkan hatiku lebih kotor darimu,,”
Tubuh Arga menghambur memeluk tubuh Zuraida yang tampak begitu ringkih. Mengecupi air mata yang meleleh dipipi.
“Zeee,,, ” Arga menuntun Zuraida untuk duduk disisi kasur, menyapu wajah lembut yang basah oleh air mata.
“Maafkan aku, semua yang kulakukan selalu saja salah, meski itu untuk kebaikan mu,,,,” Arga menggenggam tangan Zuraida.
“Seharusnya diwaktu yang tersisa,, aku selalu memeluk mu, menghabiskan
setiap detik bersamamu, tapi aku justru sengaja mengacuhkanmu, bahkan
meninggalkanmu bersama lelaki lain. Maafkan aku,,,,”
“Arga,,, aku menyayangimu,,,, masih mencintaimu seperti dulu,,,” bibir
Zuraida mengucap pelan, seperti tidak mendengarkan apa yang dikatakan
Arga. Pikirannya masih merutuki kejadian beberapa menit lalu, saat
tubuhnya bergerak begitu liar melayani Pak Prabu. Seorang wanita jalang
yang sedikitpun tak pernah terpikirkan olehnya.
“Iya sayaaang,,, aku tauu,,, kau membuatku semakin merasa bersalah,,,”
Zuraida menatap lekat mata Arga, seolah mencari sesuatu dibalik tatapan
tajam seorang lelaki. Tidak seperti tadi yang begitu dingin, binar mata
yang beberapa tahun lalu selalu dirindukannya.
“Arga,,,” bibir tipisnya tampak ragu untuk mengucapsesuatu. Gundah terbaca jelas dari wajahnya.
“Ada apa sayang,,, tak perlu memikirkan sesuatu yang membuatmu bersedih,
hingga waktu itu tiba, aku akan selalu berada disampingmu, tak akan
meninggalkanmu sedetikpun,,,,”
“Sekarang beristirahatlah, aku tau kejadian tadi bukan sesuatu yang
membuatmu gembira,,” membaringkan tubuh wanita yang sesekali masih
sesenggukan menangis, berusaha melepas jilbab dan gaun yang melekat
ditubuh Zuraida.
Wanita itu bingung dengan apa yang dilakukan Arga, tapi tubuhnya hanya
bisa pasrah dengan apapun yang akan dilakukan lelaki itu pada tubuhnya.
Tapi Arga hanya tersenyum. Meletakkan gaun yang sudah terlepas kelantai.
Lalu beranjak menuju kamar mandi.
Lelaki itu kembali dengan membawa handuk kecil dan gayung yang terisi
air. Dengan perlahan dan telaten menyeka wajah Zuraida, mengusap leher
dan setiap sisi tubuh. Zuraida merapatkan pahanya saat usapan Arga tiba
diselangkangannya.
“Jangan, Gaa,,,” larangnya, tak ingin lelaki itu mendapati cairan sperma yang masih tersisa diselangkangannya.
Arga mengangguk sambil tersenyum, meminta wanita merentangkan kedua
pahanya. Senyuman yang tulus. Zuraida membuang wajahnya saat Arga
mengangkat pahanya membuka lebih lebar.
Tangan Arga terdiam, meski sudah tau apa yang akan didapatinya dilipatan
tersebut, tetap saja hatinya terasa sakit. Setelah menguatkan hati,
tangannya bergerak mengusap membersihkan cairan kental yang melekat pada
paha dan bibir vagina.
Setelah merasa cukup bersih, tangan Arga bergerak kebawah, membersihkan bagian yang lain.
“Wuuuhh,,, kaki mu kotor banget sayang,,, pasti tadi seru banget ya,,,” goda Arga.
Wajah Zuraida memerah, memukul tubuh Arga sambil merengut. “Jangan menggodaku, kata-katamu membuatku sedih, sayang,,,”
Setelah membersihkan tubuh Zuraida hingga kemata kaki, diselimutinya
Zuraida, mengusap rambut wanita itu memintanya beristirahat. Zuraida
kembali merengut manja, meminta Arga ikut masuk kedalam selimut.